ANAK MUDA menjadi istilah yang paling ramai dibahas. Setidaknya dalam pekan-pekan terakhir. Ini tak lepas dari gempa politik dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka.
MK mengeluarkan putusan yang (akhirnya) memperbolehkan anak muda untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) asal berpengalaman menjadi kepala daerah. Gempa politik berlanjut dengan manuver Gibran. Menjadi cawapresnya Prabowo Subianto.
Gibran Muda. Adiknya, Kaesang Pangarep lebih muda. Di usia yang masih muda, mereka menjadi cawapres dan menjadi ketua umum partai politik.
Dari keduanya, ada yang lebih muda lagi. Bahkan masih seorang mahasiswa. Di usia begitu muda, sudah berani beracara (bertarung) di MK. Di gudangnya para jagoan hukum. Dan menang.
Tubuhnya kecil, tapi nyalinya besar. Semua sudah banyak yang tahu siapa dia, Almas Tsaqibbirru Re A, mahasiswa Universitas Surakarta.
Keberaniannya yang seolah membuka jalan Gibran menuju Pilpres 2024. Mungkin keberanian pemuda ini menurun dari sang ayah.
Boenyamin Saiman, sang Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu. Yang juga sudah kenyang bertarung di MK.
Di kampus Almas, belum ada yang berani mengajukan gugatan ke MK. Bahkan dosen-dosennya. Fakultas Hukum Unsa tempatnya belajar pun kini berbangga hati. Menyiapkan beasiswa S2 untuknya.
Anak muda ini pendiam. Tapi punya cita-cita besar. Makanya ia mengajukan gugatan batas usia capres-cawapres ke MK.
Di kampus ia bukan pula mahasiswa yang menonjol, namun nilai akademisnya istimewa. Para dosennya mengakui itu.
Almas mahasiswa kelahiran tahun 2000 itu sangat bernyali. Nyalinya membuat Gibran pun bisa melenggang menjadi cawapres. Gibran juga punya nyali, berpaling dari PDIP, yang membantunya menjadi Wali Kota Solo. Mendaftar di KPU di tengah cibiran.
Nyali memang dibutuhkan oleh anak-anak muda. Namun bukan sekadar nyali untuk berani membangkang saja. Apalagi nyali mencelakai orang.
Kita sangat prihatin, sejumlah anak muda di Kota Semarang kelebihan nyali. Menjadi anggota gangster, sering tawuran, akhirnya ditangkap polisi.
Nyali seperti ini tidak berguna. Merugikan dan merepotkan orang lain. Nyali ini seperti ini berbahaya. Bukan nyali yang bisa dibanggakan.
Nyali seorang pemuda akan menentukan masa depannya. Masa depan lingkungannya, bangsanya. Dari nyali Almas, anak-anak muda kini bisa bermimpi untuk bisa segera menjadi pemimpin.
Paling tidak mimpi untuk menjadi wali kota/bupati, sebelum menjadi presiden. (*)