Selasa, 18 November 2025

PENGANUGERAHAN gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto pada Hari Pahlawan tahun ini sekali lagi mengundang decak kagum sekaligus polemik.

Keputusan yang menetapkan 10 tokoh bangsa sebagai Pahlawan Nasional merupakan pengakuan tertinggi negara atas jasa-jasa luar biasa mereka.

Namun, seperti yang sering terjadi, daftar nama tersebut memicu perdebatan sengit tentang bagaimana sejarah seharusnya dikenang dan siapa yang pantas mendapatkan tempat terhormat dalam narasi kebangsaan.

Daftar penerima tahun ini, yang mencakup tokoh-tokoh dari berbagai latar belakang, menunjukkan upaya untuk merangkul spektrum sejarah yang luas.

Kita melihat pengakuan terhadap Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sang pejuang pluralisme dan demokrasi, serta Marsinah, simbol keteguhan buruh melawan represi Orde Baru.

Kehadiran Marsinah, khususnya, menjadi penanda penting bahwa perjuangan keadilan sosial dan hak asasi manusia di tingkat rakyat jelata kini diakui setara dengan perjuangan politik dan bersenjata.

Namun, yang paling memicu kontroversi adalah penetapan Soeharto, Presiden ke-2 RI, sebagai Pahlawan Nasional.

Penetapan Soeharto, tokoh yang selama 32 tahun memerintah dengan otoritas absolut dan lekat dengan isu pelanggaran HAM dan korupsi, adalah keputusan politik yang sangat berani.

Komentar

Terpopuler