Selasa, 18 November 2025

RENCANA Redenominasi mata uang nasional Rupiah, sebenarnya bukan hal baru bagi Indonesia. Sejak awal 2010-an, Bank Indonesia (BI) telah mengemukakan wacana serupa, untuk menyederhanakan pecahan rupiah. Khususnya dengan mengurangi angka nol pada denominasi rupiah tanpa mengubah nilai riilnya.

Pada tahun 2012 sudah pernah ada dokumen mengenai rencana Redenominasi yang sudah diusulkan pemerintah Indonesia. Wacana menghilangkan tiga angka nol di mata uang rupiah bahkan telah diajukan lewat RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi Rupiah).

Baru‐baru ini, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70 Tahun 2025 (PMK 70/2025), rencana ini kembali ditegaskan. PMK tersebut menyebut, RUU terkait Redenominasi ini harus bisa diselesaikan sekitar tahun 2027. Karena penggunaan rupiah dengan nominal besar dalam transaksi sehari-hari yang masih lazim, dinilai sudah kurang efisien.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan untuk mendorong redenominasi rupiah. Jika pecahan rupiah terlalu banyak angka nol, maka dalam transaksi, pencatatan, sistem IT, maupun pada neraca keuangan bisa menjadi kurang efisien.

Misalnya dalam laporan keuangan atau sistem perdagangan saham, terlalu banyak angka nol bisa memunculkan risiko salah input atau kesalahan interpretasi. Dengan penghilangan angka nol, satuan nominal menjadi lebih “ringkas”. Misalnya yang sering disebut Rp 1.000 bisa menjadi Rp 1 (jika menghilangkan tiga nol) tanpa mengubah daya beli riilnya.

Dalam literatur tentang redenominasi dijelaskan, pengurangan angka nol pada mata uang suatu negara dapat memperkuat citra mata uang tersebut. Itu memperlihatkan negara itu “siap” ke level yang lebih maju dan memudahkan dalam perbandingan internasional.

Dalam konteks rupiah, ketika nilai tukar terhadap dolar AS, bila nominalnya sangat besar, bisa memberi kesan rupiah adalah “mata uang lemah”. Meskipun sebenarnya dalam realitas sesungguhnya, daya belinya mungkin masih tetap stabil.

Negara Maju...

Komentar

Terpopuler