Meski ada beberapa kendala, seperti keterlambatan hingga kerusakan pesawat, namun operasional pemberangkatan jemaah haji Indonesia, sejauh ini sudah cukup bagus. Termasuk, layanan khusus pada jemaah haji dengan kategori lanjut usia (Lansia).
Namun, pelaksanaan operasional haji tahun 2024 ini sedikit ternoda. Hal ini seiring adanya jemaah yang ingin melaksanakan ibadah haji tanpa menggunakan visa haji. Mereka ini jumlahnya ada puluhan orang dan sempat diamankan pihak terkait dari Kerajaan Arab Saudi.
Sebanyak 34 jemaah dari 37 Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditangkap aparat karena kedapatan menggunakan visa nonhaji akhirnya dipulangkan ke tanah air atau dideportasi. Sementara tiga orang lainnya akan diproses secara hukum. Mereka yang dipulangkan masih mendapat sanksi tegas, 10 tahun tidak boleh masuk Arab Saudi.
Sebelumnya, pihak Kerajaan Arab Saudi juga sudah mengingatkan jangan pakai visa di luar visa haji resmi. Karena pemerintah Kerajaan Arab Saudi akan bertindak tegas.
Namun, peringatan ini ternyata masih diabaikan oleh sebagian orang. Di mana, mereka tetap nekat untuk menunaikan ibadah haji meski pakai visa nonhaji.
Visa haji diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Pasal 18 UU PIHU mengatur bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia, dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Visa kuota haji Indonesia terbagi dua, haji reguler yang diselenggarakan pemerintah dan haji khusus yang diselenggarakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Tahun ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah.
Indonesia juga mendapat 20.000 tambahan kuota. Sehingga, total kuota haji Indonesia pada operasional 1445 H/2024 M adalah 241.000 jemaah.
Untuk warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, UU PIHU mengatur bahwa keberangkatannya wajib melalui PIHK. Dan, PIHK yang memberangkatkan warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada menteri agama.
Adanya jemaah yang nekat berhaji tanpa prosedur resmi ini tentunya cukup memalukan. Bahkan, tindakan ini bisa mencoreng upaya pemerintah yang berusaha maksimal untuk memberikan pelayanan terbaik dalam pelaksanaan ibadah haji.
Sejak beberapa pekan lalu sudah mulai dilaksanakan operasional pemberangkatan jemaah haji Indonesia menuju ke Tanah Suci. Hingga saat ini, sudah sekitar 90 persen jemaah haji Indonesia yang berada di Makkah.
Meski ada beberapa kendala, seperti keterlambatan hingga kerusakan pesawat, namun operasional pemberangkatan jemaah haji Indonesia, sejauh ini sudah cukup bagus. Termasuk, layanan khusus pada jemaah haji dengan kategori lanjut usia (Lansia).
Namun, pelaksanaan operasional haji tahun 2024 ini sedikit ternoda. Hal ini seiring adanya jemaah yang ingin melaksanakan ibadah haji tanpa menggunakan visa haji. Mereka ini jumlahnya ada puluhan orang dan sempat diamankan pihak terkait dari Kerajaan Arab Saudi.
Sebanyak 34 jemaah dari 37 Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditangkap aparat karena kedapatan menggunakan visa nonhaji akhirnya dipulangkan ke tanah air atau dideportasi. Sementara tiga orang lainnya akan diproses secara hukum. Mereka yang dipulangkan masih mendapat sanksi tegas, 10 tahun tidak boleh masuk Arab Saudi.
Sebelumnya, pihak Kerajaan Arab Saudi juga sudah mengingatkan jangan pakai visa di luar visa haji resmi. Karena pemerintah Kerajaan Arab Saudi akan bertindak tegas.
Namun, peringatan ini ternyata masih diabaikan oleh sebagian orang. Di mana, mereka tetap nekat untuk menunaikan ibadah haji meski pakai visa nonhaji.
Visa haji diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Pasal 18 UU PIHU mengatur bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia, dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Visa kuota haji Indonesia terbagi dua, haji reguler yang diselenggarakan pemerintah dan haji khusus yang diselenggarakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Tahun ini, kuota haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah.
Indonesia juga mendapat 20.000 tambahan kuota. Sehingga, total kuota haji Indonesia pada operasional 1445 H/2024 M adalah 241.000 jemaah.
Untuk warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, UU PIHU mengatur bahwa keberangkatannya wajib melalui PIHK. Dan, PIHK yang memberangkatkan warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib melapor kepada menteri agama.
Adanya jemaah yang nekat berhaji tanpa prosedur resmi ini tentunya cukup memalukan. Bahkan, tindakan ini bisa mencoreng upaya pemerintah yang berusaha maksimal untuk memberikan pelayanan terbaik dalam pelaksanaan ibadah haji.
Lantas kenapa masih ada orang yang tergiur berangkat haji tanpa antre ini?
Salah satu faktornya adalah lamanya antrean atau masa tunggu beribadah haji. Terutama di negara dengan populasi muslim besar seperti Indonesia yang masa tunggunya saat ini berkisar antara 20 hingga 39 tahun.
Kondisi ini mendorong mereka untuk mencari cara cepat agar berangkat haji. Bahkan, mereka tidak mempermasalahkan biaya hingga ratusan juta. Yang penting bisa berangkat cepat tanpa antre.
Kemudian, persyaratan ketat seperti istithaah kesehatan membuat ada orang yang tidak bisa memenuhi sehingga beralih ke visa nonhaji.
Faktor lainnya adalah adanya oknum yang tidak bertanggung jawab (calo) yang menawarkan jaminan keberhasilan pergi haji tanpa antre. Orang yang terbujuk barangkali tidak menyadari bahwa mereka berhaji menggunakan visa palsu atau jalur tidak resmi.
Perlu diketahui, menggunakan visa nonhaji untuk berhaji adalah tindakan ilegal dan berisiko tinggi. Konsekuensi dari pelaku yang ditangkap bisa berupa deportasi, denda, bahkan hukum pidana karena melanggar aturan keimigrasian.
Selain itu, menggunakan visa nonhaji maupun visa palsu juga dapat membahayakan diri sendiri. Di mana, jemaah mungkin tidak memiliki asuransi kesehatan atau kecelakaan sehingga sulit mendapatkan akses ke layanan kesehatan jika mereka mengalami masalah selama di Arab Saudi.
Upaya agar tidak ada lagi orang yang nekat berhaji tanpa visa resmi itu harus terus dilakukan. Semua pihak tekait harus bersinergi dan saling bekerjasama untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan visa nonhaji dan visa palsu.
Pemerintah, melalui Kementerian Agama perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi tentang proses resmi dan legal untuk mendapatkan visa haji. Informasi dan edukasi yang memadai harus diberikan agar masyarakat dapat mengenali ciri-ciri visa palsu dan menghindari terlibat dalam praktik ilegal tersebut.
Kemudian, pemerintah juga perlu memberikan sanksi tegas kepada travel atau biro perjalanan yang menyediakan visa selain visa resmi haji kepada jemaah yang bermaksud menunaikan ibadah haji. Tidak hanya sekadar mencabut izin operasinya saja, tetapi perlu proses hukum kepada para pelakunya agar ada efek jera.
Nah, bagi masyarakat hendaknya tumbuhkan kesadaran bahwa melaksanakan ibadah haji itu ada prosedurnya. Jangan sampai uang sudah hilang, kesempatan berhaji pun melayang. Jadi, jangan mudah tergiur haji tanpa antre.(*)