Rabu, 19 November 2025

KASUS predator seksual yang baru-baru ini terungkap di Jepara, menjadi peringatan keras bagi orang tua. Pasalnya, pelaku diduga memanfaatkan media sosial dan media perpesanan online yang menyasar anak di bawah umur.

Peristiwa tragis ini sekali lagi menggarisbawahi sisi gelap dari kemudahan akses informasi dan interaksi di dunia maya. Sekaligus menyoroti betapa krusialnya peran pengawasan dan pendampingan orang tua dalam melindungi anak-anak di era digital.

Media sosial dengan segala daya tariknya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda. Platform seperti Instagram, Telegram, TikTok, Facebook, dan lainnya menawarkan ruang untuk berekspresi, bersosialisasi, dan mencari informasi.

Namun, di balik kemilau konektivitas tersebut, tersembunyi jurang bahaya yang mengintai. Mudahnya akses antara satu sama lain untuk berinteraksi seringkali mendorong interaksi tanpa filter.

Akibatnya lahan bagi predator untuk melancarkan aksinya menjadi terbuka lebar.

Berkaca dari kasus predator seksual di Jepara, pelaku memanfaatkan grup Telegram untuk mencari mangsanya. Dari grup yang semula tak saling kenal, pelaku mulai melakukan pendekatan hingga berujung komunikasi melalui perpesanan WhatsApp.

Di situ, pelaku dapat dengan mudah mendekati anak-anak, membangun kepercayaan palsu, melakukan grooming, hingga akhirnya melakukan eksploitasi seksual, baik secara daring maupun luring.

Satu yang pasti, kasus di Jepara ini bukanlah anomali. Beberapa kasus pelecehan seksual hingga pencabulan anak di bawah umur juga terjadi dari ‘kenalan’ di media sosial.

Rasa Ingin Tahu Anak...

Komentar

Terpopuler