Pada Pilkada serentak 2024, masyarakat Indonesia akan memilih dua pilihan. Yakni, Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota.
Berdasarkan data KPU, Pilkada serentak 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia. Rinciannya, 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kotamadya.
Pelaksanaan pesta demokrasi Pilkada serentak 2024 ini menelan biaya yang tidak sedikit. Wajar saja, karena daerah yang menggelar pesta jumlahnya sangat banyak. Dan, sudah pasti yang namanya bikin pesta tentu butuh biaya yang besar.
Mendagri Tito Karnavian dalam keterangannya sempat mengungkapkan, bahwa penganggaran untuk KPU Daerah kurang lebih sebesar Rp 20 triliun. Sementara untuk jajaran Bawaslu, besarannya kurang lebih Rp 6,3 triliun. Secara keseluruhan, total besaran anggaran mencapai hampir Rp 27 triliun, belum termasuk anggaran untuk aparat keamanan TNI dan Polri.
Pada Pemilu 2024, masyarakat telah disuguhkan persaingan panas yang terjadi antar koalisi partai politik maupun kandidat anggota legislatif. Namun, beberapa parpol yang dulu berseberangan di Pemilu 2024, kini berkoalisi atau bekerja sama pada Pilkada serentak 2024. Dalam politik, hal ini wajar terjadi.
TANPA terasa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024 tinggal menghitung hari. Sesuai jadwal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), pelaksanaan pemungutan suara atau hari H Pilkada serentak akan dihelat pada hari Rabu, tanggal 27 November 2024.
Pada Pilkada serentak 2024, masyarakat Indonesia akan memilih dua pilihan. Yakni, Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota.
Berdasarkan data KPU, Pilkada serentak 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia. Rinciannya, 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kotamadya.
Pelaksanaan pesta demokrasi Pilkada serentak 2024 ini menelan biaya yang tidak sedikit. Wajar saja, karena daerah yang menggelar pesta jumlahnya sangat banyak. Dan, sudah pasti yang namanya bikin pesta tentu butuh biaya yang besar.
Mendagri Tito Karnavian dalam keterangannya sempat mengungkapkan, bahwa penganggaran untuk KPU Daerah kurang lebih sebesar Rp 20 triliun. Sementara untuk jajaran Bawaslu, besarannya kurang lebih Rp 6,3 triliun. Secara keseluruhan, total besaran anggaran mencapai hampir Rp 27 triliun, belum termasuk anggaran untuk aparat keamanan TNI dan Polri.
Pada Pemilu 2024, masyarakat telah disuguhkan persaingan panas yang terjadi antar koalisi partai politik maupun kandidat anggota legislatif. Namun, beberapa parpol yang dulu berseberangan di Pemilu 2024, kini berkoalisi atau bekerja sama pada Pilkada serentak 2024. Dalam politik, hal ini wajar terjadi.
Pada pesta demokrasi, baik Pemilu maupun Pilkada, ada satu hal yang selalu jadi bahan pembicaraan. Bahkan, hal ini kadang juga ’dinantikan’ oleh sebagian orang. Yakni, serangan fajar.
Serangan Fajar....
Serangan fajar merupakan istilah untuk menggambarkan adanya pemberian sesuatu, biasanya uang atau barang kepada para pemilih. Adapun pelaksanaan pemberian ini dilakukan beberapa jam sebelum waktu pemungutan suara dimulai atau waktu fajar. Dari sinilah akhirnya muncul istilah serangan fajar.
Tujuan dari serangan fajar ini adalah untuk memobilisasi agar pemilih mau datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya. Boleh dibilang, serangan fajar ini adalah sebuah ’bonus jajan’ buat pemilih ketika selesai memberikan suaranya di TPS.
Orang yang memberikan serangan fajar ini kebanyakan tidak secara langsung meminta penerima untuk memilih salah satu kontestan dalam Pemilu maupun Pilkada. Namun, penerima kebanyakan sudah tahu jika pemberi serangan fajar itu berafiliasi dengan kontestan yang mana.
Adanya serangan fajar disebut-sebut memang berdampak dengan animo pemilih untuk datang ke TPS. Namun, apakah pilihannya dijatuhkan pada mereka yang memberikan serangan fajar? Hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut.
Bisa jadi ada pemilih yang terpengaruh dengan serangan fajar. Namun, banyak juga yang bersikap biasa saja dan menentukan pilihan sesuai hati nuraninya.
Para pemilih kini sudah semakin cerdas dalam berdemokrasi. Banyak yang tidak terpengaruh bahkan dengan tegas menolak pemberian dalam serangan fajar ini. Dan sikap inilah yang memang seharusnya dilakukan.
Bagi kontestan sendiri, sebaiknya juga mulai meninggalkan serangan fajar ini. Soalnya, banyak efek negatif di kemudian hari yang bisa ditimbulkan dari adanya serangan fajar ini. Namun, hal ini tampaknya masih sulit dilakukan.
Nah, menarik ditunggu, apakah dalam Pilkada 2024 ini masih muncul serangan fajar?