Tak heran jika masih banyak masyarakat yang belum memahami masalah netralitas bagi pengurus Baznas ini. Terlebih, selama ini memang jarang terdengar adanya pengurus Baznas yang berafiliasi dengan politik atau bahkan jadi pengurus partai politik. Namun, hal ini bukannya tidak ada.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran Baznas sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, Baznas dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.
Melihat kedudukannya, sudah seharusnya pimpinan dan pengurus Baznas dari level pusat, provinsi hingga kabupaten bersikap netral dalam Pemilu dan Pilkada. Netralitas Baznas ini juga diperkuat dengan aturan yang sudah dikeluarkan.
Di antaranya adalah Surat Edaran Ketua Badan Amil Zakat Nasional No 1 Tahun 2023 Tentang Kewajiban Menjaga Netralitas Dalam Pengelolaan Zakat. Dalam aturan ini sudah disebutkan dengan jelas perlunya menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis.
Kemudian, ada juga Surat Edaran Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan netralitas bagi anggota Baznas, pimpinan Baznas pada pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Legislatif dan Kepala Daerah.
Netralitas adalah salah satu tema yang selalu mencuat dalam pelaksanaan pesta demokrasi, baik Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Jauh sebelum dimulainya tahapan pesta demokrasi, soal netralitas ini sudah mulai digaungkan.
Netralitas dalam Pemilu maupun Pilkada ini sasaran utamanya adalah para Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk di dalamnya adalah CPNS dan PPPK. Banyak aturan yang dikenakan soal netralitas ASN ini. Salah satunya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Ada banyak pertimbangan terkait pentingnya netralitas ASN ini. Di antaranya adalah, dengan ASN yang netral maka dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik tanpa adanya diskriminasi berdasarkan kepentingan politik.
Dalam aturan itu juga disebutkan, ASN yang terbukti melanggar prinsip netralitas bisa dikenakan sanksi disiplin. Mulai dari teguran, penurunan pangkat hingga pemecatan.
Meskipun terdapat aturan yang jelas dan tegas, namun dalam praktiknya, menjaga netralitas ASN ternyata tidak mudah. Beberapa ASN mungkin merasa tertekan untuk mendukung calon tertentu karena kedekatan pribadi karena teman, saudara atau tetangga. Bisa juga karena ’permintaan’ dari atasan di tempat kerja.
Selain ASN, ada pihak lainnya yang juga diminta turut bersikap netral dalam Pemilu dan Pilkada. Antara lain, kepala desa dan perangkatnya, pegawai BUMN dan BUMD.
Lantas bagaimana dengan pengurus lembaga yang dibawah naungan pemerintah. Misalnya, lembaga Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Haruskah para pimpinan dan pengurus Baznas ini juga terkena aturan netralitas seperti ASN?
Selama ini, netralitas pengurus Baznas ini memang sepertinya jarang digencarkan. Berbeda dengan netralitas ASN yang sering jadi tema menarik saat Pemilu dan Pilkada.
Tak heran jika masih banyak masyarakat yang belum memahami masalah netralitas bagi pengurus Baznas ini. Terlebih, selama ini memang jarang terdengar adanya pengurus Baznas yang berafiliasi dengan politik atau bahkan jadi pengurus partai politik. Namun, hal ini bukannya tidak ada.
Mengutip dari laman Baznas, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) merupakan badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran Baznas sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, Baznas dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.
Melihat kedudukannya, sudah seharusnya pimpinan dan pengurus Baznas dari level pusat, provinsi hingga kabupaten bersikap netral dalam Pemilu dan Pilkada. Netralitas Baznas ini juga diperkuat dengan aturan yang sudah dikeluarkan.
Di antaranya adalah Surat Edaran Ketua Badan Amil Zakat Nasional No 1 Tahun 2023 Tentang Kewajiban Menjaga Netralitas Dalam Pengelolaan Zakat. Dalam aturan ini sudah disebutkan dengan jelas perlunya menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis.
Kemudian, ada juga Surat Edaran Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan netralitas bagi anggota Baznas, pimpinan Baznas pada pelaksanaan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Legislatif dan Kepala Daerah.
Nah, dengan adanya aturan itu maka sudah seharusnya para pengurus Baznas melaksanakannya. Sebaliknya, jika ada yang melanggar netralitas maka tindakan tegas juga harus diberlakukan sehingga bisa jadi pembelajaran bagi yang lainnya.