Di sisi lain, industri pers di Indonesia juga sedang berada dalam tekanan besar. Model bisnis media tradisional yang bergantung pada iklan semakin tergerus oleh dominasi platform digital global seperti Google dan Facebook.
Pendapatan iklan yang dahulu menjadi sumber utama pendanaan media kini lebih banyak mengalir ke raksasa teknologi. Sementara media lokal berjuang untuk bertahan hidup.
Banyak perusahaan media yang akhirnya memangkas tenaga kerja, mengurangi kualitas jurnalisme, atau bahkan gulung tikar. Hal ini semakin diperparah dengan meningkatnya tekanan politik dan ekonomi yang menghambat kebebasan pers di beberapa daerah.
Persoalan lain yang tak kalah penting adalah penegakan hukum terhadap kehidupan jurnalistik dan kebebasan pers di Indonesia. Masih banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum mendapatkan keadilan.
Baik berupa intimidasi, serangan fisik, maupun kriminalisasi terhadap wartawan yang mengungkap fakta-fakta kritis. Banyak jurnalis menghadapi ancaman hukum menggunakan pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang sering kali digunakan untuk membungkam kritik.
Ketidakjelasan mekanisme perlindungan terhadap jurnalis juga menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Reformasi regulasi yang lebih berpihak pada kebebasan pers dan perlindungan jurnalis sangat diperlukan agar pers dapat menjalankan fungsinya tanpa tekanan atau ancaman.
Adaptasi terhadap teknologi juga dibutuhkan saat ini. Hal ini berarti bahwa jurnalis harus meningkatkan literasi digital mereka. Pemahaman mendalam tentang cara kerja algoritma media sosial, keamanan siber, dan tren konsumsi media.
Di ERA DIGITAL yang terus berkembang, teknologi komunikasi telah mengubah lanskap jurnalisme atau pers nasional secara signifikan. Platform digital menawarkan peluang bagi media untuk menjangkau audiens yang lebih luas dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Namun, kemajuan ini juga membawa tantangan baru yang memerlukan adaptasi dan kewaspadaan. Industri Pers nasional dan pers atau jurnalisme itu sendiri harus melakukan evolusi, untuk mendapatkan penyesuaian tanpa kehilangan ruh dan filosofinya.
Salah satu tantangan utama adalah maraknya serangan siber, seperti Distributed Denial of Service (DDoS), yang menargetkan media daring di Indonesia. Serangan ini tidak hanya mengganggu operasional media tetapi juga mengancam kebebasan pers dengan membungkam suara-suara kritis tanpa melalui proses hukum yang semestinya.
Selain itu, arus informasi yang begitu deras di dunia maya meningkatkan risiko penyebaran misinformasi dan disinformasi. Dalam situasi ini, pers dituntut untuk lebih berhati-hati dan tetap berpegang pada etika jurnalistik, memastikan setiap berita yang disampaikan telah melalui verifikasi yang ketat.
Namun, tantangan bagi dunia pers tidak hanya datang dari faktor eksternal. Saat ini, kita juga menghadapi fenomena maraknya wartawan abal-abal dan perusahaan pers yang asal-asalan.
Dengan kemudahan mendirikan media berbasis digital, banyak pihak yang mengatasnamakan diri sebagai jurnalis tanpa memiliki kompetensi atau kode etik yang jelas.
Mereka sering kali menggunakan profesi wartawan untuk kepentingan pribadi, seperti pemerasan atau penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab. Hal ini merusak kredibilitas pers secara keseluruhan dan melahirkan kebingungan di masyarakat mengenai mana media yang dapat dipercaya.
Industri Pers Dalam Tekanan Besar...
Di sisi lain, industri pers di Indonesia juga sedang berada dalam tekanan besar. Model bisnis media tradisional yang bergantung pada iklan semakin tergerus oleh dominasi platform digital global seperti Google dan Facebook.
Pendapatan iklan yang dahulu menjadi sumber utama pendanaan media kini lebih banyak mengalir ke raksasa teknologi. Sementara media lokal berjuang untuk bertahan hidup.
Banyak perusahaan media yang akhirnya memangkas tenaga kerja, mengurangi kualitas jurnalisme, atau bahkan gulung tikar. Hal ini semakin diperparah dengan meningkatnya tekanan politik dan ekonomi yang menghambat kebebasan pers di beberapa daerah.
Persoalan lain yang tak kalah penting adalah penegakan hukum terhadap kehidupan jurnalistik dan kebebasan pers di Indonesia. Masih banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang belum mendapatkan keadilan.
Baik berupa intimidasi, serangan fisik, maupun kriminalisasi terhadap wartawan yang mengungkap fakta-fakta kritis. Banyak jurnalis menghadapi ancaman hukum menggunakan pasal-pasal karet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang sering kali digunakan untuk membungkam kritik.
Ketidakjelasan mekanisme perlindungan terhadap jurnalis juga menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Reformasi regulasi yang lebih berpihak pada kebebasan pers dan perlindungan jurnalis sangat diperlukan agar pers dapat menjalankan fungsinya tanpa tekanan atau ancaman.
Adaptasi terhadap teknologi juga dibutuhkan saat ini. Hal ini berarti bahwa jurnalis harus meningkatkan literasi digital mereka. Pemahaman mendalam tentang cara kerja algoritma media sosial, keamanan siber, dan tren konsumsi media.
Ekosistem Media...
Karena menjadi penting untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan tidak hanya akurat tetapi juga efektif menjangkau audiens yang dituju. Untuk ini jurnalis harus memiliki keampuan dalam penguasaan teknologi yang bersinggungan dengan lingkup kerjanya.
Di tengah tantangan ini, kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan menjadi kunci. Pemerintah, institusi pendidikan, organisasi media, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem media yang sehat dan bertanggung jawab.
Regulasi yang ketat terhadap praktik jurnalisme abal-abal, dukungan terhadap media lokal, serta peningkatan literasi media di masyarakat harus menjadi prioritas.
Dengan demikian, pers dapat terus menjalankan fungsinya sebagai penyampai informasi yang akurat dan berimbang, sekaligus menjadi pengawal ketahanan pangan dan kemandirian bangsa.
Selamat Hari Pers Nasional 2025! Mari kita dukung pers Indonesia untuk terus maju dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan era digital. Semoga Tuhan Bersama Pers Indonesia.**