Bahkan sang menteri sendiri juga memberi bocoran terkait sistem penerimaan peserta didik baru ini. Namun bocoran-bocoran ini hanya sekadar nama atau istilah-istilah yang akan digunakan.
Istilah SPMB sendiri bagi kalangan tua bukanlah hal asing. Namun objeknya yang berbeda. Jika SPMB keluaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ini merupakan pengganti PPDB.
SPMB ini diikuti 45 perguruan tinggi negeri di Indonesia. Ini untuk menggantikan UMPTN atau Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (1989-2001).
Sebagai informasi, pada sistem UMPTN inilah awal mula munculnya pengelompokan ujian yang terdiri dari IPA, IPS, dan Ilmu Pengetahuan Campuran (IPC).
SPMB tak digawangi oleh pemerintah, melainkan oleh badan independen.
MODEL penerimaan peserta didik baru pada tahun 2025 ini akan kembali berubah. Bocoran-bocoran tentang sistemnya telah banyak beredar.
Bahkan sang menteri sendiri juga memberi bocoran terkait sistem penerimaan peserta didik baru ini. Namun bocoran-bocoran ini hanya sekadar nama atau istilah-istilah yang akan digunakan.
Contohnya, PPDB atau Penerimaan Peserta Didik Baru yang telah diterapkan sejak 2010 lalu itu akan diganti. Namanya akan berubah menjadi SPMB atau Seleksi Penerimaan Murid Baru.
Istilah zonasi yang diterapkan sejak 2017 juga akan berubah. Sistem yang tak pernah lepas dari masalah sejak diterapkan itu pun akan diganti dengan nama baru. Domisili.
Istilah SPMB sendiri bagi kalangan tua bukanlah hal asing. Namun objeknya yang berbeda. Jika SPMB keluaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) ini merupakan pengganti PPDB.
Sementara SPMB yang dikenal kalangan tua, digunakan sebagai sarana untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru. Sistem SPMB di dunia kampus ini sempat diterapkan pada 2001-2008.
SPMB ini diikuti 45 perguruan tinggi negeri di Indonesia. Ini untuk menggantikan UMPTN atau Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (1989-2001).
Sebagai informasi, pada sistem UMPTN inilah awal mula munculnya pengelompokan ujian yang terdiri dari IPA, IPS, dan Ilmu Pengetahuan Campuran (IPC).
SPMB tak digawangi oleh pemerintah, melainkan oleh badan independen.
Muncul polemik...
Namun dalam prosesnya, muncul polemik-polemik terkait uang hasil seleksi mahasiswa baru. Hasilnya 41 PTN pun memutuskan keluar dari Perhimpunan SPMB.
Sistem ini pun bubar dan pada 2008 muncul sistem baru yakni seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri atau SNMPTN.
Itu SPMB era tua. Lalu bagaimana SPMB era kini yang akan menjadi pengganti PPDB?
Belum banyak informasi yang muncul. Kemendikdasmen berupaya agar sistem baru ini bisa diumumkan sebelum Lebaran 2025.
Meski demikian ada bocoran-bocoran di dalamnya. Di antaranya terkait sistem zonasi.
Awalnya kabar sistem zonasi ini akan dihapus diera pemerintahan Prabowo ini. Namun bocoran yang terbaru, zonasi bukan dihapus.
Tapi namanya diganti. Menjadi domisili. Lalu apa yang berbeda?
Dari informasi yang dikeluarkan oleh Kemendikdasmen sepertinya tidak terlalu banyak yang berubah.
Hanya saja, KK atau kartu keluarga yang selama ini menjadi syarat mutlak dalam sistem zonasi tidak lagi digunakan.
Dalam sistem domisili itu, yang akan digunakan yakni jarak antara rumah atau tempat tinggal siswa dengan sekolah. Pihak kementerian menyebut akan menggunakan teknologi canggih untuk mengukur jarak domisili siswa ini.
Namun jika tidak menggunakan KK dokumen apa yang akan digunakan calon siswa untuk menentukan domisilinya?
Apakah akan menggunakan surat keterangan domisili dari desa atau kelurahan, atau yang lainnya? Ini yang belum ada kejelasan.
Namun jika nantinya menggunakan surat keterangan domisili, ini yang perlu diwaspadai. Karena kecurangan justru mungkin akan muncul.
SKTM....
Pengawasan dan pemeriksaan dokumen itu harus lebih teliti. Jangan sampai kasus surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang membuat geger pada PPDB 2018 lalu terulang.
Saat itu, dalam sistem PPDB terdapat kuota yang cukup besar untuk siswa dari kalangan tidak mampu. Salah satu syarat yang bisa digunakan adalah SKTM. Nah masalah akhirnya muncul.
Banyak sekali penyalahgunaan SKTM. Siswa dari keluarga mampu pun ternyata dan yang bisa mendapatkan SKTM. Jumlahnya pun sangat banyak. Hingga akhirnya geger.
Pengalaman penyalahgunaan SKTM itu harus menjadi pelajaran serius bagi pemangku kebijakan dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru ini.
Pihak-pihak terkait pun harus proaktif ikut melakukan pengawasan. Jangan sampai kecurangan-kecurangan masih terjadi di dunia pendidikan.
Diakui atau tidak pemerataan kualitas pendidikan yang belum merata menyebabkan munculnya kecurangan. Siswa atau orang tuanya tetap akan berburu sekolah yang dianggap berkualitas, hingga tak sedikit yang mengorbankan idealisme.
Jika kualitas pendidikan sudah merata dengan akses yang mudah kecurangan di PPDB bisa ditekan. Dan ini masih menjadi PR pemerintah hingga saat ini. (*)