Hampir sebulan ini, kita disuguhi rententan demonstasi yang nyaris tak terputus. Tak hanya terjadi Indonesia saja, namun juga di sejumlah negara.
Bahkan, demonstrasi di Madagaskar yang berlangsung sejak Kamis (25/9/2025), memaksa presiden setempat membubarkan pemerintahannya.
Gonjang-ganjing yang terjadi sendiri disebut karena ketidakpuasan pada pemerintahan. Namun, apakah chaos itu terjadi benar-benar organik alias murni dari masyarakat ataukah ada campur tangan ”antek asing”.
Dalam pelatihan yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang didukung BBC Media Action itu sendiri mengupas tentang derasnya Foreigh Information Manipulation and Interference (FIMI).
Dari segi bahasa, FIMI memiliki makna Manipulasi dan Interferensi Informasi Asing yang merupakan perilaku mengancam integritas politik, bahkan cukup mengganggu bagi stabilitas masyarakat.
Ringkasnya, FIMI ini bekerja untuk mendoktrin masyarakat melalui tsunami informasi sebuah framing positif dari suatu negara. Tujuannya, tentu untuk mempengaruhi pemikiran masyarakat.
Bagi sebagian orang, teori konspirasi hanyalah isapan jempol belaka. Namun, belakangan ini, apa yang dikata orang hanya isapan jempol justru kian terang-terangan.
Hampir sebulan ini, kita disuguhi rententan demonstasi yang nyaris tak terputus. Tak hanya terjadi Indonesia saja, namun juga di sejumlah negara.
Bahkan, demonstrasi di Madagaskar yang berlangsung sejak Kamis (25/9/2025), memaksa presiden setempat membubarkan pemerintahannya.
Gonjang-ganjing yang terjadi sendiri disebut karena ketidakpuasan pada pemerintahan. Namun, apakah chaos itu terjadi benar-benar organik alias murni dari masyarakat ataukah ada campur tangan ”antek asing”.
Kamis (25/9/2025), saya baru saja mengikuti Training Cek Fakta dengan Tema Empowering Fact-Checking: Tools Workshop and Integrity Insights.
Dalam pelatihan yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang didukung BBC Media Action itu sendiri mengupas tentang derasnya Foreigh Information Manipulation and Interference (FIMI).
Dari segi bahasa, FIMI memiliki makna Manipulasi dan Interferensi Informasi Asing yang merupakan perilaku mengancam integritas politik, bahkan cukup mengganggu bagi stabilitas masyarakat.
Ringkasnya, FIMI ini bekerja untuk mendoktrin masyarakat melalui tsunami informasi sebuah framing positif dari suatu negara. Tujuannya, tentu untuk mempengaruhi pemikiran masyarakat.
Manipulasi Informasi...
Informasi yang digelontorkan, dimanipulasi sedemikian rupa agar publik percaya atas framing yang digelontorkan. Memang, tak semua informasi yang diberikan palsu, namun masyarakat perlu hati-hati.
Dengan tak adanya sekat saluran informasi, pelaku penyebaran FIMI ini memanfaatkan untuk melakukan aksinya secara massif. Tujuannya ada tiga, ekonomi, pengaruh politik, serta kedaulatan.
Dalam riset yang dilakukan BBC, FIMI ini sudah ada sejak 2015 dan mulai diperkenalkan pada 2022 lalu. Sejak saat itu, lalu lintas FIMI begitu deras.
Sejumlah FIMI yang kerap kali berseliweran yakni framing soal kebijakan-kebijakan pemberantasan korupsi hingga pembangunannya di suatu negara dan Indonesia menjadi target utama dari tsunami ini.
Mengapa Indonesia? Ya, Indonesia yang merupakan negara non-blok menjadi sasaran karena posisinya sangat-sangat strategis.
Dengan jumlah penduduk sebesar 286.693.693 jiwa, menurut data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), namun memiliki literasi yang sangat rendah menjadi Indonesia sasaran empuk.
Besarnya jumlah penduduk itu, kondisi itu dianggap surga bagi negara-negara pelaku FIMI untuk mengeruk ”emas”.
Posisi Indonesia...
Belum lagi posisi Indonesia di akses Asia yang berasas ketimuran dan Australia dengan politik barat liberal. Tentunya, Indonesia sangat seksi untuk dicuri hatinya.
Kerja jurnalis, terutama para pengampu pemeriksa fakta pun semakin berat dalam menjalankan tugas memfilter informasi sekaligus mengedukasi masyarakat.
Tugas semakin berat karena pelaku FIMI ini juga memiliki antek-antek, korea-korea di dalam pemerintahan. Sebab, mereka bisa lebih leluasa untuk menjalankan tugas para bos-bosnya.
Perlu diketahui, pergulatan konspirasi ini dilakukan gajah-gajah berideologi Kapitalis, Komunis, hingga Syariah yang bermain memperebutkan pengaruh di bumi Garuda. (*)