MAY day atau hari buruh Internasional yang jatuh setiap tanggal 1 Mei menjadi momentum bagi para buruh di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Ini lantaran, may day selalu menjadi tonggak para buruh untuk menyuarakan kesejahteraan.
Persoalan satu ini memang selalu muncul setiap tahun dan tak bisa terpecahkan secara cepat. Ini lantaran masih banyak buruh yang mendapat upah di bawah kata layak.
Semua ini erat kaitannya dengan tingginya kebutuhan hidup layak atau KHL di setiap daerah yang selalu naik dalam hitungan bulan hingga tahun.
Pemerintah yang menghitung KHL dalam setiap penentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) seringkali dirasa tak menguntungkan para buruh. Besaran UMK yang ada bahkan dinilai tidak cukup bagi buruh yang sudah berkeluarga dan punya anak.
Dalam penghitungan orang berkeluarga, sekarang ini tidak hanya berfikir untuk makan keluarga saja. Ada beberapa aspek yang harus dipikirkan. Mulai dari kesehatan, susu anak, jajan anak, hingga biaya pendidikan yang terus meningkat.
Dari sinilah buruh harus berhitung!
Hal mendasar bagi buruh, sebenarnya tidak hanya untuk mekan minum, melinkan untuk anak. Karena pemikiran ini, para orang tua yang bekerja sebagai buruh harus memutar otak untuk mencukupkan anggaran.
Sayangnya, keberadaan UMK yang ada saat ini hanya cukup untuk kebutuhan hidup. Diakui atau tidak, nominal UMK yang ada tidak cukup untuk disisihkan guna memenuhi pendidikan anak. Apalagi jika yang bersangkuta punya tunggakan KPR rumah
Sudah pasti gaji berdasarkan UMK hanya cukup untuk hidup. Mereka pun harus meninggalkan angan-angan kebutuhan skunder seperti piknik keluarga ataupun berwisata.
Sementara, pengusaha tidak mau upah buruh naik dengan ugal-ugalan. Mereka pun juga memutar otak supaya perusahaan bisa tetap berjalan dan tidak ada perampingan karena permasalahan modal.
Karena alasan inilah, banyak buruh yang turun ke lapangan untuk menyuarakan kesejahteraan dan menilai diri sebagai orang yang terdzalimi.
Diakui atau tidak, pengusaha sebenarnya tahu betul berapa nominal yang pantas untuk diberikan kepada buruh. Hanya saja, mereka kekeh untuk tidak mengungkapkan.
Hal ini bis dilihat dari untung dan rugi yang dilakukan para pengusaha. Setiap keuntungan yang didapat, para pengusaha sudah memiliki margin persentase keuntungan yang masuk ke kantong pribadi.
Keuntungan di luar kantong pribadi inilah yang sebenarnya digunakan untuk memenuhi hak setiap buruh ataupun karyawan. Karena jumlah karyawan yang banyak, persentase keuntungan ini dibagi rata untuk dirasakan setiap orang.
Nominal yang didapat juga sama. Apalagi, pengusaha berpedoman pada UMK dalam pemberian gaji.
Sebagai imbal baliknya, beberapa perusahaan memberikan bonus atas apa yang dikerjakan. Tujuannya para buruh makin semangat dalam bekerja sehingga membuat kuantitas produksi terjaga hingga menjadi surplus.
Sayangnya, banyak pengusaha yang memberikan bonus setengah-setengah. Kebanyakan, pengusaha melakukan akal-akalan untuk mengurangi bonus yang menjadi hak buruh. Salah satunya dengan menaikkan target di atas kemampuan.
Target ini awalnya diberikan dengan tujuan mendongkrak etos kerja para buruh dan karyawan. Jika sudah memenuhi target akan selalu diusahakan supaya terus naik hingga batas kemampuan.
Ciri-ciri pengusaha yang melakukan praktik nakal ini adalah perusahaan yang menaikkan target tidak selaras dengan persentase kenaikn gaji.
Misalnya saja gaji para buruh hanya naik kurang dari satu persen. Akan tetapi kenaikan target di atas 10 persen bahkan 20 persen. Padahal idealnya, kenaikan gaji dan bonus selaras dengan perbandingan 1:10.
Hasilnya, buruh ataupun karyawan menjadi sapi perah perusahaan!
Dari sinilah, momen may day menjadi ajang untuk bersuara. Hal ini tak lepas dari sudut pandang may day yang dinilai sebagai hari pembebasan dan peringatan untuk mengenang pejuang buruh pada tahun 1886 di Amerika Serikat dalam meminta waktu kerja dari 12 jam per hari dikurang hingga menjadi 8 jam per hari yang diadopsi hampir di semua negara, termasuk Indonesia.
Sudah saatnya pengusaha berani blak-blakan terkait kesejahteraan buruhnya. Semua itu demi kesejahteraan yang benar-benar membuat sejahtera.
Selamat berjuang untuk para buruh!