Selasa, 18 November 2025

SAAT ini, masyarakat disuguhkan pemberitaan reshuffle jabatan menteri dan wakil menteri kabinet Merah Putih. Gegapgempita, yang saya lihat, obrolan ”wong ndeso” di tongkrongan warung-warung kopi seakan menunjukkan bahwa mereka menjadi “pengamat politik dadakan”.

Bagaimana tidak, setiap di antara mereka justru memberikan analisa dan ”tahkim” bahwa saat ini pemerintahan Prabowo-Gibran mulai melakukan ritus rukyah politik.

Mereka menyebut hal itu bertujuan untuk bersih-bersih kabinet agar solid dan amanah dalam menjalankan roda pemerintahan di bawah kepemimpinannya.

Entah apalah tendisinya, pasti untuk kebaikan bangsa dan negara. Kita sebagai rakyat mau tidak mau, harus menerima kebijakan hak prerogatif sang Presiden selaku policy maker yang memiliki kewenangan legal untuk membuat keputusan mengangkat dan memberhentikan manteri-menterinya.

Presiden memiliki kekuasaan istimewa untuk melakukan tindakan tersebut tanpa persetujuan atau pertimbangan dari lembaga negara lain (vide Pasal 17 ayat (2) UUDNRI Tahun 1945).

Menteri-menteri diangkat untuk membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan dan membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Presiden tidak bisa didikte oleh pihak manapun, termasuk kekuatan kapitalisme sekalipun. Arogansi “kekuatan geng” sekalipun, tak bakal memprovokasi keteguhan pemikiran Prabowo.

Karena itu, yang tidak sejalan dan sepaham- setelah dilakukan kajian dan evaluasi mendalam- dalam mewujudkan program Asta Cita, sudah selayaknya dilakukan "rukyah politik" dan diganti.

  • 1
  • 2

Komentar

Terpopuler