Selasa, 14 Januari 2025

Opini

Beratkah Beban Administrasi Guru di Indonesia?

Murianews
Minggu, 18 Februari 2024 15:48:00
Beratkah Beban Administrasi Guru di Indonesia?
Mutohhar, Dosen Universitas Muria Kudus

DALAM debat calon presiden terakhir, pendidikan menjadi salah satu tema perdebatan. Dalam sesi tema ini, semua calon presiden memberikan statemen bahwa beban administrasi yang diberikan kepada guru terlalu banyak.

Hal ini yang mengindikasikan tidak maksimalnya kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya, khususnya dalam pembelajaran. Dan bahkan tugas administrasi tersebut justru menghambat peningkatan mutu Pendidikan di Indonesia.

Persoalan administrasi guru sebetulnya bukanlah isu baru dalam dunia Pendidikan di Indonesia. Bahkan dalam perhelatan pemilihan presiden sebelumnya, Tahun 2019, juga sudah mencuat. Namun sampai saat inipun nampaknya belum ada titik terangnya.

Dalam satu kesempatan, Menteri Pendidikan, Nadiem makarim, juga sudah menyampaikan hal ini, dan berupaya untuk mengurangi beban administrasi guru, salah satunya melalui Kurikulum Merdeka.

Lantas seperti apa sebetulnya duduk permasalahan ini? Apakah ini memang terkait dengan regulasi yang diterapkan oleh pemerintah dalam hal ini kementrian Pendidikan? Dan kalaulah ini benar, apakah ada semacam ketidakpercayaan pemerintah terhadap kinerja guru? Sehingga guru perlu mengerjakan setumpuk administrasi sebagai bukti kinerjanya.

Menengok kembali isi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, menjelaskan arti, definisi dan tugas guru. Dijelaskan pada Pasal 1 angka (1) disebutkan, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal hingga pendidikan menengah.

Pada prinsipnya, tugas administrasi guru berkaitan erat dengan tugas pengajaran yang dilakukan. Karena jika kita pahami dengan seksama, tugas administrasi tersebut adalah bagaimana guru merancang rencana pembelajaran dan kemudian mendokumentasikan segala aktivitas yang dilakukannya selama pembelajaran.

Tugas administrasi tersebut meliputi Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) sebagai panduan perencanaan pembelajaran, modul ajar yang berisikan tujuan pembelajaran, langkah pembelajaran, media pembelajaran, asesmen, serta informasi dan referensi belajar lainnya.

Profil Pelajar Pancasila yaitu sejumlah ciri karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk diraih oleh peserta didik, yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila, dan Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) yaitu bahan refleksi guru dalam menilai proses pembelajaran dan mengetahui tingkat penguasaan kompetensi siswa.

Fakta di lapangan ternyata didapati informasi yang beragam. Sebagian guru menyampaikan bahwa mereka merasa terbebani dengan tugas-tugas administrasi yang selama ini mereka kerjakan, namun tidak sedikit juga guru yang menyampaikan bahwa tugas tersebut sebetulnya tidak berat, tergantung pada pemahaman dan bagaimana mereka mengerjakannya.

Jika kita membandingkan antara kurikulum 2013 dan kurikulum merdeka, secara kuantitas jenis administrasi guru tidak banyak perbedaan, perubahannya hanyalah pada penggunaan istilah, dan pengintegrasian beberapa komponen.

Dari beberapa tugas administrasi guru, ada tugas administrasi yang bersifat individu dan ada juga yang dikerjakan dalam tim. Artinya bahwa semua administasi tersebut tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab setiap guru, namun dikerjakan oleh tim dan atau manajemen sekolah.

Untuk tugas individu hampir semuanya berhubungan dengan dokumentasi pembelajaran berupa pembuktian secara fisik pelaksanaan tugas, misalnya berupa jurnal mengajar. Kemudian untuk modul ajar, gurupun tidak harus membuatnya sendiri, karena diperbolehkan memakai modul ajar yang telah dibuat oleh guru lain di lembaga lain.

Semangat ini yang kemudian dikenal dengan istilah guru berbagi. Untuk mendapatkan modul ajar, guru juga bisa mendapatkannya dari aplikasi PMM.

Selain itu, untuk modul pelajar Pancasila, pelaksanaanya dikerjakan oleh tim yang ditunjuk oleh sekolah, sehingga tentunya tidak semua guru punya tanggung jawab terhadap adminsitasi ini. Di luar tugas administrasi di atas, ada juga tugas administrasi yang dikerjakan sekali dalam satu semester, seperti observasi atau supervise mengajar.

Tapi kenapa respon dari guru bisa berbeda-beda? Inilah yang mungkin selama ini menjadi permasalahan yang harus dicari solusinya. Salah satunya karena adanya kemungkinan tingkat pemahaman yang tidak komprehensif.

Sosialisasi yang sudah diberikan oleh pemerintah melalui berbagai pelatihan belum mampu diserap dengan baik oleh para guru. Atau bisa juga proses sosialisasi yang belum memberikan tingkat pemahaman yang sama antara satu guru dengan guru lainnya, sehingga terjadi interpretasi yang berbeda-beda. Fenomena ini yang kemudian dipersepsikan bahwa hal-hal yang baru itu sulit untuk dilaksanakan.

Berat tidak tugas administrasi guru, juga ditentukan oleh tingkat kedisiplinan dari guru. disiplin administrasi harusnya dimiliki saat guru akan mengajar, sedang mengajar dan pascamengajar.

Untuk administrasi sebelum mengajar, mungkin sudah tidak begitu menjadi mersoalan, karena biasanya mengikat terhadap pesiapan mengajar, namun yang kemudian menjadi berat adalah mendokumentasikan apa yang sudah dilakukan.

Kecenderungan yang muncul adalah menunda-nunda pekerjaan, sehingga pada akhir semester atau akhir tahun pembelajaran semua akan menumpuk dan ini menjadi terasa berat.

Maka merujuk pada aksi yang dilakukan Kementrian Pendidikan saat ini, teknologi bisa menjadi salah satu solusinya. Pemerintah menyediakan perangkat teknologi yang mampu membantu dan mempermudah guru dalam menjalankan tugas administrasinya. Dan yang tidak kalah penting adalah mindset dari para guru.

Pendidikan selalu mengalami berbagai perubahan dan inovasi, maka guru harus mampu mengikutinya. Dengan begitu, guru akan bisa mengatur kinerjanya dengan baik, kapan menyiapkan pembelajaran, melakukan proses pembelajaran dan kemudian mengadministrasikan semuanya. (*)

Komentar

Terpopuler