Minggu, 26 Januari 2025

Menjelang Pemilu 2024, kita dipertontonkan dengan akrobat politik para elite yang membuat masyarakat semakin apatis. Akrobat itu seolah disusun secara sistematis dan dilakukan dalam panggung terbuka yang namanya lembaga pemerintahan.

Belum lama ini, rakyat Indonesia melihat bagaimana panggung yudikatif dibuat pertontonan yang sama sekali tidak mencerminkan asas keadilan. Polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia Capres-Cawapres, menjadi salah satu tontonan yang sangat memalukan. Terlebih setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan jika Ketua MK Anwar Usman yang mengadili perkara batas usia Capres-Cawapres, terbukti melakukan pelanggaran berat.

Pascaputusan itu, semua pikiran tertuju bahwa Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, adalah salah satu orang yang paling diuntungkan. Tak lama setelah putusan, Gibran diumumkan sebagai calon wakil presiden yang mendampingi calon Presiden Prabowo Subianto.

Sampai pada putusan itu, aroma nepotisme kekuasaan tercium sangat jelas. Anwar Usman yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK, adalah paman dari Gibran.

Kita sebagai masyarakat pemilih memiliki tanggung jawab untuk menyoroti dan mencegah praktik nepotisme kekuasaan yang dapat merongrong esensi demokrasi. Nepotisme, atau pemberian keuntungan politik kepada keluarga dekat, tidak hanya merugikan proses pemilihan umum itu sendiri, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan demokrasi dan integritas lembaga-lembaga negara.

Praktik nepotisme kekuasaan dapat menciptakan lingkungan politik yang tidak sehat dan merugikan prinsip persaingan yang adil dalam arena politik.

Menyaksikan calon-calon yang didasarkan pada kedekatan keluarga daripada kemampuan dan rekam jejaknya, dapat menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap integritas sistem politik. Ini tidak hanya memiskinkan esensi demokrasi, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yang seharusnya mewakili kepentingan publik.

Dalam situasi politik yang semakin memanas ini, kita harus bersatu untuk menegaskan bahwa pemilihan pemimpin harus didasarkan pada meritokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Partai politik, calon, dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemilu harus secara jelas menunjukkan komitmen mereka untuk melawan praktik nepotisme.

Pemilu 2024 adalah saat yang krusial bagi masa depan negara ini. Kita memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa proses ini dilakukan dengan integritas dan demokratis. Dengan bersatu, kita dapat mencegah ancaman nepotisme kekuasaan dan memastikan bahwa pemilihan pemimpin kita didasarkan pada nilai-nilai demokrasi sejati.

Nur Kholis: Redaktur Junior Murianews.com 

Komentar

Gagasan Terkini

Terpopuler