Demikian penggalan dialog Emak dalam pementasan teater yang dibawakan salah satu peserta Festival Teater Pelajar (FTP) 2024 di Kabupaten Kudus beberapa waktu lalu.
Dialog itu merupakan bagian dari naskah Kapai Kapai karya Arifin C Noer. Meskipun ditulis pada 1970, karya ini agaknya masih relevan hingga kini.
Di mana, rakyat yang dalam naskah ini direpresentasikan dalam sosok Abu begitu mudahnya diperdaya dengan dongeng dongeng Emak yang merupakan representasi dari penguasa.
Sudah hampir delapan dekade Indonesia Merdeka, namun romansa-romansa pemerintah yang meninabobokan rakyat masihlah terus berlanjut.
Janji-janji manis bak rangkaian syair lagu untuk menghibur rakyat yang kian terhimpit perekonomiannya. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, demikan lagu berjudul Indonesia milik Haji Rhoma Irama.
“Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan Emak yang terakhir. Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin menginsyafi bagaimana selama ini ia kita perdayakan.
Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia akan tetap patuh kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia memerlukan hiburan dan hanya kitalah yang mampu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak berarti bahwa kita bisa bekerja secara improvisasi seperti yang sudah-sudah.”
Demikian penggalan dialog Emak dalam pementasan teater yang dibawakan salah satu peserta Festival Teater Pelajar (FTP) 2024 di Kabupaten Kudus beberapa waktu lalu.
Dialog itu merupakan bagian dari naskah Kapai Kapai karya Arifin C Noer. Meskipun ditulis pada 1970, karya ini agaknya masih relevan hingga kini.
Di mana, rakyat yang dalam naskah ini direpresentasikan dalam sosok Abu begitu mudahnya diperdaya dengan dongeng dongeng Emak yang merupakan representasi dari penguasa.
Sudah hampir delapan dekade Indonesia Merdeka, namun romansa-romansa pemerintah yang meninabobokan rakyat masihlah terus berlanjut.
Janji-janji manis bak rangkaian syair lagu untuk menghibur rakyat yang kian terhimpit perekonomiannya. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, demikan lagu berjudul Indonesia milik Haji Rhoma Irama.
Ya, tempo hari, World Bank menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia memang terdengar manis. Ada peningkatan sekitar lima persen pada 2024 bila dicatut secara cumulative to cumulative (ctc) di tengah ketidakpastian dunia.
Rakyat yang Menopang Pertumbuhan Ekonomi...
Bila menengok yang disampaikan World Bank Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Carolyn Turk, rakyatlah yang justru menopang pertumbuhan ekonomi itu.
Sifat masyarakat Indonesia yang konsumtif disebut Carolyn sebagai kabar baik. Terlebih, Indonesia memiliki populasi sekitar 200 juta jiwa. Artinya, lagi-lagi rakyatlah yang berjasa pada pertumbuhan ekonomi ini. Rakyatlah yang menjadi subjek sekaligus objek dalam hal perekonomian ini.
Carolyn pun mendorong pemerintah mereformasi kerangka regulasi dan birokrasi secara efektif. Sektor swasta dan daya saing bisnis pun didorong untuk diperkuat.
Terlebih, cita-cita Indonesia Emas pada 2045 benar-benar ingin digapai negara kepulauan ini. Menurutnya, hal-hal demikian itu menjadi kunci dalam mencapai target itu.
Namun, jika Carolyn menilik lebih ke dalam, masih banyak rakyat Indonesia yang kian terhimpit. Utamanya masyarakat kelas menengah.
Sebab, mereka tak masuk dalam kategori kelas bawah yang layak mendapatkan bantuan pemerintah. Mereka juga belum pantas di kategori kelas atas karena ekonominya masih ”pas-pasan”.
Di sisi lain, dongeng-dongeng pemerintah masih melulu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alih-alih memberi kemudahan akses pendidikan yang menjadi dasar dari kesejahteraan.
Bantuan sosial alias bansos menjadi andalan. Akhirnya, rakyat pun dikaryakan untuk menjadi peminta-minta dan hanya mengharapkan bansos.
Kejar Koruptor Sampai ke Antartika...
Belum lama, Presiden Prabowo juga menggembar-gemborkan akan mengejar koruptor meski sampai ke Antartika. Namun, seakan menjilat ludahnya sendiri, Prabowo justru menyiapkan amnesti bagi koruptor yang mau mengembalikan uang negara.
Meski pun dihukum, vonisnya pun sangat jauh dari harapan. Lagi-lagi rakyatlah yang dibikin sakit hati, sebagaimana kata Emak yang menyebut Abu telah mulai menemukan kunci teka-tekinya.
Yang masih anget-anget tahi ayam, ya soal gas melon yang disubsidi. Pemerintah justru terlihat blunder dengan kebijakan yang dikeluarkan.
Dimulai dari dilarangnya Elpiji 3 kg dijual di tingkat pengecer, beleid itu pun dicabut. Namun ya lagi-lagi hanya nyanyian belaka.
Sebab Elpiji 3 kg yang disubsidi pemerintah itu tetap tak bisa dijual bebas di tingkat pengecer. Mereka yang ingin menjualnya, harus mendaftar lebih dulu menjadi sub-pangkalan.
Alhasil, Elpiji 3 kg hanya bisa dibeli di pangkalan, lantaran pengecer yang jadi lokasi terdekat untuk membeli gas melon itu belum siap untuk mendaftar karena berbagai persyaratannya belum bisa dilengkapi.
Roman-roman Emak, sedianya tak hanya berlangsung di waktu-waktu dekat ini saja. Ingat roman penguatan KPK di era Jokowi? Pengurangan kemiskinan dan pengangguran di zaman SBY?
Jokowi justru disebut-sebut telah melucuti kekuatan KPK dengan UU KPK. Bahkan, banyak kalangan cendikiawan mengatakan KPK telah dijadikan alat politik.
Janji SBY...
Sementara janji SBY soal pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran, berdasarkan survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) yang disiarkan pada 2011, nilai kepuasannya kurang dari 20 persen.
Kini, masihkah Abu terlelap dalam roman-roman Emak? Ataukah Abu mulai menemukan kunci teka-teki Emak?
Ah, sebaiknya kita Kembali mendengarkan Imagine yang dilantunkan mendiang John Lennon, setengah abad silam… You may say I'm a dreamer, But I'm not the only one, I hope someday you'll join us.(*)