Rabu, 19 November 2025

WALAUPUN kemenangan pasangan calon presiden-calon wakil presiden (paslon capres-cawapres) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka masih sebatas quick count, isu diplomasi Indonesia 2024-2029 perlu mendapat perhatian.

Salah satunya adalah sejauh mana diplomasi middle power yang telah dijalankan selama ini akan dilanjutkan oleh pemerintahan baru.

Indonesia telah lama dikenal sebagai negara yang aktif dalam diplomasi middle power. Dalam hubungan internasional, konsep ini menggambarkan negara-negara yang tidak memiliki kekuatan dominan atau adidaya, baik secara militer maupun ekonomi.

Namun demikian, mereka memiliki pengaruh serta mampu memberikan kontribusi signifikan dalam isu global. Melalui pendekatan ini, Indonesia telah mempromosikan agenda multilateralisme, menegakkan hukum dan norma internasional, serta menjadi mediator dalam berbagai konflik.

Sejalan dengan itu, pembelaan kemanusiaan, termasuk dukungan terhadap Palestina, telah menjadi bagian dari identitas diplomasi Indonesia. Selama pemerintahan Jokowi, Indonesia secara vokal membela perjuangan kemerdekaan Palestina, sejalan agenda middle power-nya.

Indonesia mengecam keras kekerasan Israel di Jalur Gaza 2021 serta terus mendorong solusi dua negara Israel-Palestina di PBB (Kemlu 2021). Posisi garis keras ini meningkatkan citra Indonesia sebagai negara pro-demokrasi.

Capaian Presiden Jokowi

Di era Presiden Joko Widodo, diplomasi middle power Indonesia menorehkan capaian penting. Pemerintah Jokowi secara konsisten membela Palestina, mengambil sikap dalam berbagai forum internasional untuk mengecam pelanggaran yang terjadi dan mendukung resolusi damai.

Tindakan Indonesia ini mencerminkan komitmennya pada kebijakan luar negeri yang bebas aktif dan pembelaan terhadap nilai kemanusiaan.

Pencapaian diplomasi ini terlihat dalam partisipasi aktif Indonesia dalam memobilisasi dukungan internasional bagi Palestina.

Dalam pidatonya, Menteri Luar Negeri Indonesia pada tahun 2024 menegaskan kelanjutan dukungan bagi Palestina, menyuarakan solidaritas dengan bangsa yang selama bertahun-tahun dirundung konflik dan penjajahan.

Momen ini merupakan salah satu dari banyak usaha diplomasi yang dilakukan Indonesia dalam membela Palestina melalui kerangka diplomasi dan bantuan kemanusiaan.

Secara umum, Indonesia semakin mengedepankan diplomasi middle power-nya selama pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Ini terlihat misalnya lewat inisiatif mediasi perdamaian Afghanistan, desakan penyelesaian krisis demokrasi Myanmar melalui ASEAN, hingga upaya rekonsiliasi konflik Israel-Palestina.

Momentum kepemimpinan G20 pada 2022 dan ASEAN pada 2023 juga makin meneguhkan posisi Indonesia sebagai middle power yang pragmatis.

Tantangan ke Depan

Meskipun banyak capaian, diplomasi middle power Indonesia dihadapkan pada tantangan yang kompleks. Transisi kepemimpinan ke Presiden Prabowo membawa pertanyaan tentang kontinuitas diplomasi Indonesia terhadap Palestina.

Dengan geopolitik global yang terus berubah dan dinamika kawasan yang semakin kompleks, pemerintahan baru diharapkan mampu menavigasi hubungan internasional dengan bijak dan berkelanjutan.

Pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo, dengan agenda politik dan diplomasi barunya, berpotensi menghadapi tantangan dalam mempertahankan posisi Indonesia sebagai pembela Palestina.

Faktor eksternal seperti tekanan dari kekuatan besar, pengaruh ekonomi, dan pergeseran aliansi global dapat mempengaruhi bagaimana Indonesia mengelola hubungan bilateral dengan negara lain, termasuk negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam, Red) dan pendukung kuat Palestina.

Menjaga keberlanjutan diplomasi middle power membela Palestina akan memerlukan kejelian dalam membaca peta politik dalam merespon dinamika tersebut.

Pemerintahan Prabowo harus menimbang pendekatan yang pragmatis tanpa mengorbankan prinsip kemanusiaan dan keadilan yang selama ini dijunjung tinggi.

Salah satu kunci keberhasilan kebijakan luar negeri ini adalah keberlanjutan dalam mensosialisasikan pentingnya isu Palestina dan dukungan yang diberikan kepada mereka, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan diplomasi publik yang lebih intensif kepada masyarakat global.

Masyarakat internasional perlu mengetahui kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan cara itu, Indonesia dapat membangun koalisi yang lebih luas untuk meningkatkan dukungan bagi Palestina.

Pemerintahan baru juga harus memperhatikan perubahan konteks dalam kebijakan luar negeri yang digerakkan oleh kepentingan nasional.

Satu pertanyaan menarik bisa diajukan, yaitu sejauh mana Indonesia dapat terus mendukung Palestina, tanpa mengorbankan hubungan dengan kekuatan lain yang memiliki perspektif yang berbeda tentang konflik ini?

Jawaban terhadap pertanyaan itu akan menjadi pertimbangan kritis dalam kebijakan luar negeri.

Dalam hal ini, Indonesia dapat mengambil peran strategis dengan terus memperkuat kerjasama di dalam kerangka ASEAN dan OKI.

Indonesia juga harus memanfaatkan platform multilateral seperti PBB untuk mengadvokasi isu Palestina, menggarisbawahi pentingnya resolusi damai dan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional.

Pemerintahan baru setelah Presiden Jokowi perlu mempertahankan visi diplomasi yang berkelanjutan dan adaptif terhadap isu global, seperti pembelaan terhadap Palestina.

Keberlanjutan diplomasi middle power membela Palestina akan tergantung pada kemampuan pemerintahan baru untuk mempertahankan komitmen Indonesia pada norma-norma internasional dan menggalang dukungan internasional yang kuat untuk menegakkan keadilan dan perdamaian di tanah Palestina. (*)

Komentar

Terpopuler