Rabu, 19 November 2025

BARU-baru ini aksi kelompok remaja yang membentuk sebuah geng semakin meresahkan masyarakat. Pasalnya, para remaja ini membawa senjata tajam di malam hari sambil mengitari kota. Tak hanya itu mereka tak segan membuat onar dan melakukan tindak kekerasan.

Aksi menyimpang para remaja ini bahkan sudah menjadi tren di kalangan remaja. Tak hanya di kota besar, aksi menenteng senjata di jalanan ini juga terjadi di Jawa Tengah. Salah satunya di Kabupaten Semarang dan kota-kota sekitar, termasuk di Kabupaten Pati.

Di Pati, gerombolan remaja bersenjata tajam ini melakukan di jalan Gabus-Tlogoayu, Pati. Ironisnya lagi, aksi tersebut diabadikan dalam sebuah video seolah-olah ingin menunjukkan eksistensi diri. Hasilnya, video tersebut viral di media sosial.

Dalam video viral itu, para remaja dengan percaya diri menenteng senjata tajam seperti celurit dan pedang. Mereka pun seolah mencari-cari lawan dengan beberapa kali mengayunkan senjata tajam ke atas.

Setelah diselidiki, Polsek Gabus Polresta Pati membenarkan lokasi dalam video tersebut berada di jalan Gabus-Tlogoayu, Pati. Adanya aksi tersebut pun langsung mendapat perhatian serius Polresta Pati. Salah satunya dengan menggalakkan patroli.

Adopsi dari Kota Besar

Berkaca dari kejadian itu, fenomena ini tentu tak muncul dengan sendirinya. Diduga kuat aksi menyimpang para remaja ini berasal dari kota besar seperti Jakarta, Bekasi, Depok, termasuk Tangerang.

Di beberapa kota tersebut, tawuran antargeng ataupun antarpemuda memang sudah marak dan sesuatu yang lazim. Ditambah lagi perkembangan tekonologi yang semakin pesat membuat para gengster remaja ini mudah untuk untuk melakukan say war.

Dari beberapa kasus tawuran yang terungkap, media sosial memiliki peranan penting dalam kejadian yang ada. Mulanya, mereka saling tantang, kemudian melakukan live saat melakukan pertempuran.

Para remaja yang melihat live ini pun tak sedikit yang terpicu adrenalinya. Alhasil mereka ingin menunjukkan kalua mereka pun bisa berbuat hal yang sama di daerah. Dan terbuktilah itu terjadi hingga kabupaten atau kota kecil di daerah.

Lantas siapa yang salah?

Dalam perkara ini, mencari siapa yang salah bukanlah solusi. Kenakalan remaja yang ada di lingkungan kita, adalah tanggung jawab bersama. Mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah hingga penegak hukum.

Apalagi, psikologi remaja di usianya yang masih labil butuh dukungan dari semua pihak.

Di lingkungan sekolah misalnya, sekolah bisa memaksimalkan organisasi intra dalam hal ini OSIS di masing-masing kelas untuk saling mengawasi perilaku siswa. Hal ini penting untuk dilakukan supaya remaja dari jalangan pelajar ini merasa punya teman.

Adanya orang yang care akan membuat benteng tersendiri dalam mencari pertemanan. Apalagi saat pelajar tersebut berteman dengan orang-orang yang drop out (DO) dari sekolah. Dari sinilah pengawasan bisa dilakukan dengan kerjasama oleh guru Bimbingan Konseling.

Hanya saja, hal ini tak lengkap jika tidak didukung oleh keluarga. Satu-satunya faktor terbesar dalam mengendalikan sikap anak adalah keluarga.

Setiap orang tua diharapkan bisa memahami tumbuh kembang anaknya. Utamanya mereka yang memiliki gerak-gerik atau ciri-ciri awal pengimpangan yang mengarah dalam kekerasan.

Perhatian kepada anak sering kali menjadi hal yang terupakan dengan beragam alasan. Alasan paling klasik adalah pekerjaan. Ketika kedua orang tua bekerja, kebanyakan perilaku anak tak terarah dan terkesan terabaikan.

Hal inilah yang harus diwaspadai orang tua. Meski harus bekerja, orang tua harus tetap memantau gerak gerik sang anak. Utamanya saat mereka keluar malam. Ini lantaran tawuran yang ada, kebanyakan terjadi malam hari.

Selain lingkungan tersebut, hal yang paling berperan dalam memberikan efek jera adalah proses hukum. Saat ini, banyak kalangan remaja yang tak paham jika apa yang mereka lakukan akan berdampak pada pidana.

Sosialisasi hukum di sekolah dan desa menjadi hal positif yang bisa meminimalisir tindak kejahatan. Hal ini tentu dengan pengambilan contoh kasus kenakalan remaja yang berakhir di jeruji besi.

Dalam sosisasi ini juga ditanamkan jika remaja adalah usia produktif. Di mana remaja harusnya memiliki pemikiran positif untuk melakukan trobosan-trobosan unik untuk perkembangan zaman.

Adanya teknologi juga bisa menjadikan para remaja untuk bisa mengenal dunia luar selain kekerasan. Dari sini ditekankan jika remaja tak seharusnya bikin onar, tapi lebih pada meakukan hal positif yang berguna bagi orang lain. (*)

Komentar

Terpopuler