PADA 10 Maret 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kembali menyerukan agar seluruh umat Islam di Indonesia tidak menggunakan produk yang berafiliasi dengan Israel, termasuk kurma.
Seruan ini merupakan kelanjutan dari Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan bagi Perjuangan Palestina. Pada press release fatwa tersebut, Ketua Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional (HLNKI) MUI, Prof Sudarnoto Abdul Hakim, menyebut kurma produk Israel hukumnya haram.
Meski MUI sendiri tidak pernah merilis daftar produk Israel yang diboikot, namun di berbagai media banyak beredar, setidaknya 30 daftar merek kurma produk Israel atau yang berafiliasi dengan Israel.
Fatwa ini tentu menimbulkan pro kontra. Di pihak yang pro, bisa dipahami sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina, sekaligus merupakan tekanan bagi pihak Israel.
Sementara di pihak yang kontra, fatwa ini selain dianggap tidak efektif untuk menekan Israel, juga dianggap dapat memicu konflik baru.
Bagi masyarakat muslim Indonesia, kurma merupakan hidangan berbuka puasa yang populer dan kebanyakan kurma di Indonesia merupakan produk impor dari negara-negara Timur Tengah, terutama dari Tunisia, Mesir, Iran, dan Arab Saudi.
Namun demikian, kurma produk Israel, merupakan salah satu hidangan berbuka puasa favorit di Indonesia. Mengingat ukuran lebih besar dan rasa lebih lezat, meskipun dari segi harga relatif lebih mahal jika dibanding kurma lainnya.
Popularitas kurma sebagai hidangan pembuka puasa tampak dari meningkatnya impor kurma menjelang bulan Ramadan.
Nilai impor kurma pada Februari 2024 meningkat 25,77%, mencapai US$ 17,18 juta, jika dibanding bulan sebelumnya.
Sementara secara volume, impor kurma meningkat 51,28%, sebanyak 11,24 ton, jika dibanding bulan Januari yang sebesar 7,43 ribu ton (BPS, 2023).
Menarik mencoba memahami mengapa kurma Israel yang selama ini merupakan produk halal, kemudian berubah menjadi produk haram untuk dikonsumsi.
Perubahan pandangan ini dapat dipahami dengan perspektif konstruktivis.
Dalam studi Hubungan Internasional, Perspektif Konstruktivis mulai populer pada awal 1990an, dan banyak dipengaruhi pemikir seperti Nicholas G Onuf, Alexander Wendt, dan Peter J Katzenstein.
Konstruktivis memandang realitas sosial tidak bersifat obyektif, namun dikonstruksikan oleh aktor.
Perspektif Konstruktivis memberi penekanan pada aspek sosial dan menekankan pentingnya aspek norma, identitas dan konstruksi sosial yang akan menentukan perilaku aktor, baik negara maupun non negara.
Jadi, pada dasarnya, perspektif Konstruktivis mementingkan proses konstruksi makna (meaning) oleh aktor politik, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi aktor (Kegley & Wittkopt).
Lantas bagaimana mencoba memahami fatwa haram kurma Israel dari perspektif Konstruktivis?
Kurma secara umum selama ini dipandang halal, baik bagi kesehatan dan dalam agama Islam bahkan bersifat sunah.
Namun bagaimana realitas sosial, dalam hal ini konflik Israel- Palestina, pihak Israel ditengarai telah melakukan ’’genosida’’ terhadap rakyat Palestina, telah dilakukan konstruksi oleh MUI.
Dengan memberi fatwa haram produk kurma Israel, MUI sebagai representasi dari penduduk muslim Indonesia yang berjumlah 240,62 juta jiwa dan merupakan 86,7% penduduk Indonesia (RISSC, 2023) serta merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, telah memberi makna simbolis kepada Palestina, Israel, dan dunia.
Makna simbolis tersebut adalah sebagai bentuk solidaritas dan dukungan moral terhadap perjuangan rakyat Palestina, dan di lain pihak, sebagai bentuk tekanan, baik ekonomi maupun politik terhadap pihak Israel.
Apakah makna ini bersifat tetap? Dari kacamata Konstruktivis, tentu tidak, bahwa pemberian makna bisa berubah. Jika ke depan Israel menghentikan aksi kekerasan terhadap rakyat Palestina, dan bersikap lebih bersifat kooperatif, termasuk menerima sanksi dari PBB atau Mahkamah Internasional, (kalaupun ada nantinya).
Jika hubungan Indonesia - Israel membaik, meskipun Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik, namun kedua negara memiliki kerja sama perdagangan, maka fatwa haram produk Israel, termasuk produk kurma, bisa berubah.
Produk kurma Israel yang saat ini diharamkan oleh pihak MUI, sangat mungkin akan kembali halal pada tahun-tahun mendatang. Perspektif Konstruktivis memberi pelajaran, bahwa makna tidak bersifat tidak, dan tergantung bagaimana aktor, memberi makna. (*)



