Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 terkait pengujian UU Sisdiknas yang menginstruksikan pemerintah menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun, yakni SD-SMP gratis.
Tak hanya untuk sekolah negeri namun juga swasta. Bahkan juga menyasar pada lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, yakni Madrasah Ibdidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawi (MTs).
Tentunya itu menjadi kabar gembira bagi masyarakat. Terlebih, saat ini ketidakpastian ekonomi Tengah mengguncang dunia, tak terkecuali Indonesia.
Perubahan itu pun mendatangkan tantangan baru bagi pemerintah. Terlebih, saat ini pemerintah era Presiden Prabowo tengah getol menyelenggarakan program Makan Siang Gratis yang menjadi salah satu prioritasnya.
Bila ditilik pada kesiapan anggaran, tak semua pemerintah daerah memiliki kekuatan dana yang mampu mencukup untuk penyelenggaraan pendidikan gratis. Itu mengingat tingkat SD dan SMP sederajat berada di bawah wewenang kabupaten/kota.
Pendidikan gratis pun mungkin tak bisa diselenggarakan pada tahun ajaran 2025/2026. Sebab, tahun pembahasan anggaran sudah terlewatkan.
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja membuka sebagian tabir pendidikan tanpa diskriminasi. Pada Selasa (27/5/2025) lalu, MK memberikan putusan krusial untuk dunia pendidikan di Indonesia.
Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 terkait pengujian UU Sisdiknas yang menginstruksikan pemerintah menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun, yakni SD-SMP gratis.
Tak hanya untuk sekolah negeri namun juga swasta. Bahkan juga menyasar pada lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama, yakni Madrasah Ibdidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawi (MTs).
Tentunya itu menjadi kabar gembira bagi masyarakat. Terlebih, saat ini ketidakpastian ekonomi Tengah mengguncang dunia, tak terkecuali Indonesia.
Pada putusannya, MK menilai frasa “tanpa memungut biaya” dalam Pasal 30 ayat (2) UU Sisdiknas harus dimaknai sebagai kewajiban negara untuk membiayai pendidikan dasar tanpa diskriminasi antara sekolah negeri maupun swasta selama masih dalam kerangka wajib belajar.
Perubahan itu pun mendatangkan tantangan baru bagi pemerintah. Terlebih, saat ini pemerintah era Presiden Prabowo tengah getol menyelenggarakan program Makan Siang Gratis yang menjadi salah satu prioritasnya.
Bila ditilik pada kesiapan anggaran, tak semua pemerintah daerah memiliki kekuatan dana yang mampu mencukup untuk penyelenggaraan pendidikan gratis. Itu mengingat tingkat SD dan SMP sederajat berada di bawah wewenang kabupaten/kota.
Pendidikan gratis pun mungkin tak bisa diselenggarakan pada tahun ajaran 2025/2026. Sebab, tahun pembahasan anggaran sudah terlewatkan.
Bergantung Kemampuan Daerah...
Untuk dianggarkan melalui APBD perubahan pun, tentunya harus melakukan kebijakan refocusing atau pengalihan anggaran besar-besaran. Imbasnya, tentu pada proyek insfrastruktur yang direncanakan.
Namun kembali lagi pada kekuatan anggaran yang akan dihadapi pemerintah kabupaten maupun kota. Sebab, tak semuanya memiliki pendapatan yang cukup untuk menunjang atau menindaklanjuti putusan MK terkait pendidikan gratis itu.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti sendiri sangat memahami tantangan yang dihadapi pemerintah daerah. Ia pun menyebut tindak lanjut keputusan MK itu pun sangat bergantung dengan kemampuan fiskal pemerintah daerah.
Pria asal Kabupaten Kudus, Jawa Tengah itu juga menyebut, adanya kemungkinan sekolah swasta tetap melakukan pungutan, kendati pemerintah telah menanggung biaya pendidikan siswa.
Dengan tantangan yang bakal dihadapi pemerintah kabupaten/kota sendiri, tentunya tindak lanjut putusan pendidikan gratis itu menjadi angin segar bagi masyarakat.
Kebijakan itu pun bakal membuka kesempatan bagi siapapun untuk belajar selama sembilan tahun, khusus di Jawa Tengah tentu bisa lebih karena Pemprov Jateng telah menggratiskan pendidikan di Tingkat SMA/SMK.
Tekan Angka Anak Putus Sekolah...
Bahkan, Pemprov Jateng telah menjalin kemitraan dengan 139 SMA/SMK swasta untuk program pendidikan gratis. Tentunya tak ada lagi alasan tidak sekolah karena terkendala biaya.
Berdasarkan data BPS pada 2023, angka anak tidak sekolah di Indonesia untuk jenjang SD sederajat mencapai 0,67 persen dan SMP sederajat sebesar 6.93 persen. Sedangkan di Tingkat SMA sederajat sebesar 21,61 persen.
Ketika putusan MK itu benar-benar diterapkan dengan kebijakan wajib belajar yang dicanangkan pemerintah, tentunya angka anak putus sekolah dapat ditekan.