PEMBERANTASAN Pungutan Liar (Pungli) saat ini menjadi topik hangat yang sangat yang selalu digemborkan pemerintah. Itu terjadi semenjak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meninjau langsung Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kementerian Perhubungan, 9 Oktober 2016 lalu.
Kala itu presiden terlihat kecewa dan geram. Ia pun menginstruksikan untuk berperang dengan pungli. Bahkan, dalam salah satu pidatonya, Presiden mengancam akan menindak tegas pelaku pungli, berapa pun nilainya. Tak hanya kisaran jutaan, Rp 10 ribu pun akan ditindak.
Polisi yang saat itu menjadi petugas OTT di kementerian sontak saja menjadi perguncingan publik. Ini mengingat empat hari sebelumnya, tepatnya Rabu 5 Oktober 2016, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menemukan pungli di Samsat Megalang.
Ganjar yang sering mendapatkan keluhan masyarakat terkait pungli di samsat tak sengaja lewat di Magelang. Ia pun menyempatkan diri mampir. Begitu sampai, ia mencoba ngobrol dengan salah satu masyarakat. Nah disitulah, Ganjar menangkap basah petugas yang meminta pungli sebesar Rp 50 ribu untuk cek fisik.
Aksi Ganjar menemukan pungli ini sebenarnya bukan aksi pertamanya. Minggu, 27 April 2014, ia juga menemukan pungli di Jembatan Timbang Batang. Lagi-lagi, aksinya itu berawal dari aduan masyarakat yang diterimanya melalui media sosial.
Saat itu, Ganjar yang menangkap basah para supir truk memberikan uang kepada petugas karena muatan overload, marah besar. Wajar saja, ia belum genap satu tahun menjabat sebagai Gubernur Jateng. Akibatnya, ia sampai menggebrak meja. Aksinya itupun diabadikan melalui video dan diunggah ke YouTube.
Sontak saja, gubernur yang memiliki rambut berwarna putih itu terkenal. Meskipun ia dikenal sebagai gubernur yang suka marah. Tapi tidak sampai seperti Ahok lho..
Sejak saat itu, Ganjar pun selalu mengamati aduan masyarakat melalui media sosial. Ia juga berani mengambil tindakan untuk memberhentikan petugas-petugas yang menerima pungli. Meski, ia terbentur dengan prosedur saat memecat PNS.
Setelah tiga tahun, per September 2016, aduan tertinggi yang diterimanya ternyata berasal dari Samsat. Biasanya pungli paling banyak berasal dari cek fisik dan perpanjangan STNK yang tak miliki KTP. Aduan tersebut ternyata dibuktikan di Samsat Magelang.
Aksi tangkap tangan oleh gubernur itu seolah menjadi pembanding dengan OTT di kementerian. Akhirnya, Kapolri Tito memberi perintah untuk membersihkan pungli di institusinya. Perintah itupun di-breakdown ke berbagai daerah yang akhirnya dipantau terus di media.
Di Sumatera Selatan, Kapolda Irjen Pol Djoko Prastowo turun langsung untuk memastikan pungli. Namun caranya sangat unik. Ia menyamar sebagai masyarakat dan sengaja melanggar lalu lintas. Ia pun dihentikan petugas dan diminta ke pos. Di situlah ia dimintai uang damai oleh petugas. Padahal ia ngeyel untuk ditilang tapi petugas bersikukuh minta uang damai.
Setelah di beri uang, Djoko yang tanpa pengawalan akhirnya mengaku terkait jatidirinya sebagai Kapolda Sumsel. Selang beberapa saat, atas permintaan Djoko petugas itupun dijemput Propam untuk diadili.
Di wilayah eks-Karesidenan Pati, perintah Kapolri itu juga dilaksanakan. Tapi caranya berbeda. Baik, Jepara, Grobogan, Pati, Rembang dan Kudus langsung turun ke lapangan. Khusus Kudus, Kapolres AKBP Andy Rifai memimpin langsung sidak di Samsat dan meminta pendapat masyarakat. Namun, hasilnya nihil. Mereka tak menemukan satupun pungli. Baik itu saat cek fisik ataupun proses perpanjangan STNK.