Fenomena ini memunculkan pertanyaan krusial. Apakah study tour masih relevan sebagai sarana edukasi, ataukah sudah bergeser menjadi ajang komersialisasi semata?
Ini adalah kesempatan emas untuk melihat aplikasi teori di dunia nyata, memicu rasa ingin tahu, dan mengembangkan keterampilan sosial. Manfaat-manfaat ini tentu saja tak bisa didapatkan hanya dari bangku sekolah.
Biaya yang dibebankan pun tak jarang memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga dengan ekonomi pas-pasan.
Selain soal biaya, aspek keamanan dan keselamatan juga menjadi sorotan. Insiden-insiden yang terjadi, seperti kecelakaan bus atau masalah akomodasi, menimbulkan kekhawatiran besar.
PERSOALAN study tour seringkali menjadi polemik bagi sekolah dan wali murid. Bahkan di berbagai media sosial, kita sering melihat berita tentang biaya yang membengkak, pembatalan mendadak, hingga insiden-insiden yang menimpa peserta study tour.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan krusial. Apakah study tour masih relevan sebagai sarana edukasi, ataukah sudah bergeser menjadi ajang komersialisasi semata?
Secara konseptual, study tour dirancang sebagai sarana pembelajaran di luar kelas yang efektif. Siswa diajak mengunjungi tempat-tempat bersejarah, museum, pabrik, atau destinasi lain yang dapat memperkaya wawasan dan memberikan pengalaman langsung.
Ini adalah kesempatan emas untuk melihat aplikasi teori di dunia nyata, memicu rasa ingin tahu, dan mengembangkan keterampilan sosial. Manfaat-manfaat ini tentu saja tak bisa didapatkan hanya dari bangku sekolah.
Namun, di lapangan, esensi edukasi study tour sering kali tergerus. Banyak sekolah seolah berlomba-lomba menawarkan paket study tour dengan destinasi yang jauh dan mewah.
Biaya yang dibebankan pun tak jarang memberatkan orang tua, terutama bagi keluarga dengan ekonomi pas-pasan.
Mirisnya, desakan untuk ikut serta seringkali dirasakan oleh siswa, seolah-olah study tour adalah kegiatan wajib yang tak bisa dilewatkan.
Selain soal biaya, aspek keamanan dan keselamatan juga menjadi sorotan. Insiden-insiden yang terjadi, seperti kecelakaan bus atau masalah akomodasi, menimbulkan kekhawatiran besar.
Perencanaan dan Pengawasan...
Ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan perencanaan yang matang dari pihak penyelenggara, baik itu sekolah maupun agen perjalanan.
Melihat berbagai permasalahan ini, sudah saatnya kita meninjau ulang konsep study tour.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, perlu mengeluarkan regulasi yang lebih ketat mengenai penyelenggaraan study tour.
Di Jawa Tengah sendiri, pelarangan study tour sudah pernah dilakukan pada 2020 saat covid melanda dan kembali dipertegas saat terjadi banyak insiden kecelakaan pada tahun 2024.
Namun, belakangan diketahui Pemprov Jateng mulai mengkaji ulang pelarangan tersebut mengingat study tour yang memiliki banyak manfaat.
Mau tidak mau, study tour yang dikembalikan ke fungsi awal bisa menambah wawasan anak didik. Namun sebelum itu dilakukan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan
Pertama harus berprioritas pada aspek edukasi. Artinya destinasi harus benar-benar relevan dengan kurikulum dan memiliki nilai edukasi yang kuat.
Karena itu, sekolah wajib menghindari tujuan yang semata-mata bersifat rekreatif tanpa nilai pembelajaran yang jelas.
Transparansi Biaya...
Kedua transparansi biaya. Di sini, sekolah wajib menjelaskan secara rinci rincian biaya dan memastikan tidak ada pungutan yang memberatkan. Pilihan study tour dengan biaya yang lebih terjangkau dan dekat juga harus disediakan.
Ketiga, jamin keamanan dan keselamatan. Hal ini bisa diplaning melalui perencanaan study tour harus mencakup aspek keamanan, asuransi, dan kesiapan menghadapi kondisi darurat.
Pemilihan transportasi dan akomodasi harus memenuhi standar keselamatan.
Keempat pelibatan orang tua. Komunikasi yang intensif dengan orang tua sangat penting. Sekolah harus mendengarkan masukan dan keluhan orang tua, serta mempertimbangkan kemampuan finansial mereka.
Empat poin tersebut harus dilakukan saat sekolah memutuskan study tour. Terlebih study tour seharusnya menjadi pengalaman berharga yang memperkaya pengetahuan dan karakter siswa, bukan beban finansial atau potensi bahaya.
Sudah saatnya kita mengembalikan study tour pada khitah-nya sebagai sarana edukasi yang aman, terjangkau, dan bermanfaat bagi seluruh peserta didik.
Tanpa pembenahan serius, polemik ini akan terus berulang, dan siswa-siswi kita akan kehilangan kesempatan untuk belajar di luar tembok kelas dengan cara yang menyenangkan dan aman. (*)