Minggu, 26 Januari 2025

KASUS kekerasan anak kembali terjadi di Kabupaten Kudus. Seorang anak perempuan berusia delapan tahun babak belur setelah dipukuli ayah tirinya sendiri menggunakan bambu.

Gara-garanya sang ayah yang sedang beristirahat usai seharian bekerja naik pitam lantaran anak tersebut rewel hari beranjak gelap. Sepontan sang ayah pun melampiaskan kekesalannya tersebut kepada sang anak.

Belahan bambu yang ada di luar rumah digunakan sebagai cambuk untuk memukul punggung, tangan, hingga kaki. Tindakan itu pun memberikan sejumlah bekas luka pada tubuh korban.

Kejadian tersebut akhirnya terbongkar di sekolah. Saat itu sang guru curiga melihat korban menangis di kelas. Termasuk saat hendak mengikuti kelas olahraga.

Setelah diperiksa punggung, tangan, hingga kaki terdapat banyak luka memar. Melihat itu, sang anak akhirnya bercerita tentang kejadian yang menimpanya. Ia pun langsung dibawa ke puskesmas terdekat untuk mendapat perawatan.

Selain itu ayah korban diadukan ke kecamatan hingga akhirnya dimediasi pihak kepolisian. Kejadian tersebut pun berakhir kekeluargaan dan sang ayah berjanji tak akan melakukan kekerasan lagi.

Kasus ini sebenarnya bukanlah yang pertama di Kudus. Data Polres Kudus, dalam kurun waktu lima bulan ini sudah ada tiga kasus kekerasan pada anak. Kekerasan yang terjadi bahkan lebih ekstream. Yakni kekerasan seksual.

Sebagai orang tua, kekerasan fisik hingga kekerasan seksual sangatlah tidak dibenarkan. Baik itu di mata hukum ataupun agama. Apalagi, anak adalah titipan tuhan yang harus dijaga.

Dijaga di sini tidak boleh diartikan sempit. Dijaga disini juga dimaksutkan memberikan rasa aman dari tindak kejahatan.

Bayangkan saja, saat sang anak berfikir bersama keluarga adalah tempat paling aman justru berubah jadi neraka. Praktis mereka akan mencari ketenangan dan keamanan di luar rumah.

Dijaga juga harus membekali anak dengan ilmu. Tujuannya mereka bisa membedakan mana yang benar dan salah untuk membentengi diri dari pergaulan saat dewasa nanti.

Dari sinilah segala bentuk kekerasan tidak dibenarkan. Kekerasan fisik akan menyerang psikis anak. Beberapa anak yang tidak berani melawan akan menyimpan dendam yang berkelanjutan. Selain itu mereka yang melawan akan menjadi anak yang tak bisa diarahkan oleh orang tua.

Akibatnya, mereka mencari kebebasan di luar rumah. Jika tak diarahkan akan terjerumus pada pergaulan negatif, termasuk narkoba.

Begitu juga dengan kekerasan seksual. Kekerasan ini bahkan memberi dampak yang lebih besar. Selain menghancurkan masa depan anak, kekerasan seksual pada anak sendiri akan membuat mentalnya terguncang.

Dalam kasus kekerasan seksual ini, kebanyakan pelaku yang berasal dari orang terdekat khususnya keluarga selalu berkilah tindakannya khilaf.

Alasan ini memang sangat klise. Terlebih lagi, kekerasan seksual ini seringnya terjadi tak hanya sekali. Bahkan ada yang sampai hamil.

Jika ditelaah lebih lanjut, alasan yang sebenarnya untuk melampiaskan nafsunya. Apalagi, pelaku tahu betul korban kekerasan seksual ini tak akan berani bercerita ke orang lain karena menyangkut nama baik keluarga.

Alasan pelampiasan ini juga terjadi pada para predofil atau pelaku menyimpang yang tertarik pada anak. Para predofil ini juga tahu betul perbuatannya akan sulit diketahui. Ini karena anak-anak yang masih polos takut dengan ancaman.

Bagi Anda yang mengalami atau mendapati teman yang mendapat kekerasan fisik atau seksual ini sudah seharusnya untuk berani melawan dan melapor. Terlebih negara kita negara hukum.

Persoalan nama baik keluarga harus di nomor duakan. Apalagi ini terkait masa depan anak. Pemikiran tentang penilaian orang luar harus dikesampingkan jauh-jauh. Jika dibutuhkan, polres melalui unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) siap 24 jam untuk memberikan pendampingan.

Jadi sudah saatnya korban dilindungi dengan melapor. Sudah saatnya pula memutus kekerasan pada anak.(*)

 

Komentar

Gagasan Terkini

Terpopuler