Selasa, 14 Januari 2025

LDII dan Paradigma Baru

Murianews
Minggu, 20 November 2022 06:00:49
LDII dan Paradigma Baru

WAKIL Menteri Agama RI, Dr Zainut Tauhid Sa’adi, di IAIN Kudus, Jumat 18 November 2022 mengukuhkan Pengurus Rumah Mualaf MUI Kudus. Wamenag berpesan sesama muslim untuk menghargai perbedaan, termasuk perihal bercelana cingkrang atau berjenggot panjang, tak perlu dipermasalahkan perbedaan itu karena menimbulkan perpecahan.

Terkait celana cingkrang, identik dengan jemaah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang merujuk pada hadis Nabi SAW dalam bercingkrang. Perlunya merunut keberadaan ormas Islam ini.

Awalnya, Darul Hadis (DH) sebagai wadah memahami Islam dideklarasikan tahun 1951 oleh Nur Hasan al-Ubaidah Lubis bin Thahir bin Irsyad. Hasan lahir tahun 1915 di Desa Bangi, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Kediri, Jatim.

Pokok ajaran DH, takfiri (dianggap kafir bagi non-DH), taat amir (Nur Hasan), calon pengikut dibaiat amir, Alquran dan hadis harus manqul (diajarkan sang Amirnya). Akibatnya direspon negatif publik muslim dan Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Jatim dan Pangdam VIII Brawijaya tahun 1967 melarangnya.

Siasatnya, mengubah DH dengan ragam nama di daerah, Pondok Darul Hadis menjadi Yayasan Pendidikan Islam Jamaah, Yayasan Pondok Pendidikan Nasional (Yappenas), Jamaah Darul Hadis, Gerakan Darul Hadis, Lembaga Pendidikan ahlus sunnah wal jamaah, Jamaah Islam Murni, Jamaah Islam Manqul, dan lainnya.

Berikutnya, berubah nama menjadi Islam Jamaah (IJ) yang lahir atas daya kritisnya pada pola keberagamaan, garis besar IJ kembali pada Alquran dan hadis (di tengah tertradisinya budaya lokal oleh muslim). IJ berpijak pada Alquran surat an-Nisa: 14 ”...orang yang tidak taat Allah dan Rasul-Nya serta melampaui batas akan dimasukkan neraka”.

Tradisi lokal dianggap melampaui batas karena secara eksplisit tidak tertuang dalam syariat. Pijakan lainnya, hadis riwayat Imam Tirmidzi juz 3 halaman 315 ”orang yang tidak berjemaah/berorganisasi maka masuk neraka” (ditafsiri yang tidak tergabung dalam IJ masuk neraka).

Gerak lajunya memiliki kedekatan dengan Golkar yang dijadikan inspirasi politiknya sejak 1970-an. Tapi Jaksa Agung melarangnya dengan surat Nomor Kep-089/DA/10/1971 pada 29 Oktober 1971 dengan dalih ada unsur kontroversi dengan Islam mainstream.

Tahun 1972 berubah nama dari IJ menjadi ragam nama, Lembaga Karyawan Islam (Lemkari) untuk wilayah Jatim, Karyawan Dakwah Islam (Kadim) di Jakarta, dan Lembaga Karyawan Dakwah (LKDI) di Jabar. Tahun 1975 secara nasional bernama Lemkari sebagai lembaga dakwah dan pendidikan berpusat di Kediri dan berafiliasi pada Keluarga Besar Golongan Karya (Golkar).

Lemkari masih dianggap meresahkan publik maka terbitlah pembekuan oleh Gubernur Jatim dengan SK Nomor 618 Tahun 1988 sejak 25 Desember 1988 atas desakan MUI Jatim.

Pada Mubesnya ke-16 tahun 1990 Lemkari berubah nama menjadi Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) hingga kini yang mengalami dinamika akibat ragam persoalan. Pada awalnya berpegang pada doktrin (1) jamaah (hanya kelompoknya yang ideal), (2) baiat (janji setia pada Tuhan agar kokoh pada Islam dan pemimpinnya/imamnya yang berubah menjadi sarana penguat nilai ideologis, perekat jamaah, dan setia pada lembaga), ketaatan pada pimpinan diwujudkan menjaga dan memelihara ajaran Islam, kini bukan taat pada person.Kemudian (3) imamah, pemimpin tunggal (Nur Hasan) untuk ditaati, merujuk pernyataan Umar bin Khattab, Khulafa ar-Rasyidin kedua ”tiada Islam tanpa jemaah, tiada jemaah tanpa kepemimpinan, tiada pemimpin tanpa kesetiaan, tiada kesetiaan tanpa ketundukan”, (4) manqul (proses mendapatkan ilmu dari Alquran dan sunah yang dianggap sah bila dari imam/amirnya (Nur Hasan).Dampaknya, warga LDII menutup diri dengan komunitas muslim lainnya (eksklusif) saat itu. Doktrin dipegang kokoh berpijak pada 6 tabiat luhur: rukun (tolong menolong, saling mengasihi, mendoakan), kompak, kerja sama, jujur, amanah, mujhid muzhid (giat, hemat, waspada).Tabiat terawat dengan doktrin amal salih dengan instropeksi diri, meminta ampun pada Tuhan, berkorban secara finansial untuk dakwah, jujur, amanah (terpercaya), berbaik sangka pada Tuhan, ibadah salat dan zikir tengah malam.Menuju InklusifUpayanya agar inklusif (terbuka) tidak eksklusif (tertutup dengan pihak lain seperti tidak bersalaman dengan non, tempat ibadahnya untuk intern saja, dll) dituangkan dalam anggaran dasarnya Pasal 2 yakni melepaskan diri dari ‘rumah’ IJ, tidak menganut konsep kepemimpinan (amir/Nur Hasan), non-LDII tradisinya tak lagi dianggap bid’ah (heretic), masjid/tempat ibadahnya untuk umum dan tidak dipel bila digunakan jamaah non-LDII.Tidak lagi menggunakan konsep takfiri dan ‘najisi’, konsep pendidikannya terbuka, tidak menolak ritual yang dipimpin kelompok lain diubah dengan paradigma baru dengan doktrin akhlakul karimah. Paradigma ini direspon Keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 03/Kep/KF-MUI/IX/2006 agar LDII melakukan klarifikasi hingga akar rumput yakni meninggalkan jejak IJ.Kini, LDII sedang berbenah secara bertahap maka publik seharusnya tidak menjustifikasi/menghakiminya atas dasar kisah ‘kelam’ masa lalu era DH, IJ, Lemkari. Publik bisa mendukung upaya LDII yang kian eksklusif (terbuka) dengan besama-sama membangun Islam. Kemudian menjadikan LDII sebagai saudara sesama muslim yang memiliki etos tinggi yakni berderma untuk dakwah dan mendalami syariat Islam dengan mengaji dari sumber Islam secara tekstual untuk kehidupan di lembaganya/majlis taklimnya/ponpesnya.Selain itu, membuka diri bagi publik untuk mengaji dan berdialog bersama. Ajakan ini belum direspon secara luas oleh public, sehingga perlu saling berdialog secara ilmiah dalam forum keagamaan dan sosial. Apa pun responnya, LDII adalah aset bangsa, selamat berparadigma baru. Nuwun. (*) *) Dosen IAIN Kudus

Baca Juga

Komentar

Terpopuler