MERUAHNYA sumber informasi yang diakses publik dengan gadget dan lainnya membuka cakrawala pandang atas dinamika era. Tapi, seringnya info diakses muncul kejenuhan karena (ternyata) tidak semua info yang didapat memberi suasana nyaman tapi kejenuhan baru.
Masa kini dan masa yang baru berlalu menjadi sumber informasi pokok dan menyisakan persoalan yakni kejengahan. Maka ada upaya mencari info lain yang valid dan menentramkan hati pencari info.
Realitas ini perlu direspon oleh penyelenggara museum agar beralih ke museum sebagai alternatif utama sumber info atas masa lalu. Sebagai contoh, sepeda, sepeda motor, atau mobil merek masa kini yang diproduksi jumlah ekstra banyak, pada waktu sekejap memenuhi area parkir.
Tapi, ada sebuah sepeda, motor, mobil edisi zaman dulu (jadul) menjadi perhatian publik karena nilai kejadulannya yakni
ora ono tunggale (tidak ada lainnya). Begitu pun museum, tatkala orang jengah dengan ragam informasi masa kini, membutuhkan informasi ‘lain’ yang jadul.
Museum akan eksis bila mampu menghidupkan ingatan kolektif atas dinamika masa lalu, tidak hanya sebagai etalase benda kuno, potret jadul tapi media edukasi, hiburan, dan pelepas dahaga bagi pencari info kehidupan masa lalu bangsanya. Eksisnya museum memerlukan sentuhan masa kini dengan program museum sebagai ruang imersif yang menampilkan instalasi dengan gambar dan gerakan kehidupan masa lalu yang
nature dari masa ke masa. Dapat pula menayangkan diorama sejarah masa lalu dengan tampilan atraktif.
Bagi museum yang memiliki area luas, sebaga media pameran, atraksi seni, simposium dan lainnya agar memikat publik untuk hadir di area museum, menanggalkan kesan kumpulan benda kuno semata. Hal yang terjadi, museum sebagai media berkumpulnya orang untuk
happy dan tidak lagi sebagai kumpulan benda yang dianggap rongsokan.
Pendirian Museum
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 18 (5) mengamanatkan benda cagar budaya dapat disimpan dan dirawat di museum. UU itu ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum dan terbit Peraturan Mendikbudristek Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan PP Museum.Dalam Permendikbudristek Pasal 1 (1) dijelaskan museum merupakan lembaga berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikan pada masyarakat. PP Museum Pasa1 1 (8) menyebut pemilik museum meliputi pemerintah, pemprov, pemkab/pemkot, tiap orang/kelompok orang/masyarakat atau badan usaha.Di dalam Pasal 3 persyaratan mendirikan museum, terdiri dari (1) visi dan misi, (2) koleksi berupa benda utuh, fragmen atau replika, hasil rekonstruksi dan restorasi (pengembalian bentuk, warna, fungsi benda sebagaimana semula), (3) lokasi atau bangunan, (4) sumber daya manusia (kurator) terdiri kepala museum, tenaga teknis, dan tenaga admin, (5) sumber pendanaan tetap, (6) memiliki nama, (7) daftar koleksi disertai keterangan asal benda, bukti kepemilikan benda, dan (8) didaftarkan. Untuk museum yang dikelola masyarakat adat persyaratan ditambah (9) berbadan hukum yayasan.Pendaftaran untuk menedirikan museum pada Direktorat Pelindungan Kebudayaan (Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek) bagi museum pemerintah pusat dan pemerintah provinsi; pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi bagi museum pemkab/pemkot; pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab/Kota bagi museum individu atau museum yang dikelola masyarakat.Pengesahan museum bila memiliki 8 atau 9 persyaratan di atas dan diverifikasi petugas pendaftaran maka terdaftar sebagai museum. Setelah dua tahun terdaftar sebagai museum, dilakukan standarisasi museum oleh tim verifikasi dengan tipe A (skor 86-100), tipe B (skor 73-86), tipe C (60-73). Bila skor di bawah 60,00 maka dianggap tidak memenuhi standar sebagai museum.Setelah tiga tahun terstandarisasi, dievaluasi oleh pemerintah yang membidangi dan organisasi profesi peruseuman. Sumber koleksi museum dari hasil penemuan, pencarian, hibah (pemberian), imbal jasa, pertukaran, pembelian, hadiah, warisan. Dengan demikian, desa atau warga dapat membuat museum demi lestarinya benda bersejarah untuk pendidikan anak bangsa.
Nuwun. (*) *)
Pemerhati sejarah dan budaya, dosen IAIN Kudus
[caption id="attachment_274842" align="alignleft" width="150"]
![](https://www.murianews.com/wp-content/uploads/2022/02/moh-rosyid3-e.jpg)
Moh Rosyid *)[/caption]
MERUAHNYA sumber informasi yang diakses publik dengan gadget dan lainnya membuka cakrawala pandang atas dinamika era. Tapi, seringnya info diakses muncul kejenuhan karena (ternyata) tidak semua info yang didapat memberi suasana nyaman tapi kejenuhan baru.
Masa kini dan masa yang baru berlalu menjadi sumber informasi pokok dan menyisakan persoalan yakni kejengahan. Maka ada upaya mencari info lain yang valid dan menentramkan hati pencari info.
Realitas ini perlu direspon oleh penyelenggara museum agar beralih ke museum sebagai alternatif utama sumber info atas masa lalu. Sebagai contoh, sepeda, sepeda motor, atau mobil merek masa kini yang diproduksi jumlah ekstra banyak, pada waktu sekejap memenuhi area parkir.
Tapi, ada sebuah sepeda, motor, mobil edisi zaman dulu (jadul) menjadi perhatian publik karena nilai kejadulannya yakni
ora ono tunggale (tidak ada lainnya). Begitu pun museum, tatkala orang jengah dengan ragam informasi masa kini, membutuhkan informasi ‘lain’ yang jadul.
Museum akan eksis bila mampu menghidupkan ingatan kolektif atas dinamika masa lalu, tidak hanya sebagai etalase benda kuno, potret jadul tapi media edukasi, hiburan, dan pelepas dahaga bagi pencari info kehidupan masa lalu bangsanya. Eksisnya museum memerlukan sentuhan masa kini dengan program museum sebagai ruang imersif yang menampilkan instalasi dengan gambar dan gerakan kehidupan masa lalu yang
nature dari masa ke masa. Dapat pula menayangkan diorama sejarah masa lalu dengan tampilan atraktif.
Bagi museum yang memiliki area luas, sebaga media pameran, atraksi seni, simposium dan lainnya agar memikat publik untuk hadir di area museum, menanggalkan kesan kumpulan benda kuno semata. Hal yang terjadi, museum sebagai media berkumpulnya orang untuk
happy dan tidak lagi sebagai kumpulan benda yang dianggap rongsokan.
Pendirian Museum
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 18 (5) mengamanatkan benda cagar budaya dapat disimpan dan dirawat di museum. UU itu ditindaklanjuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum dan terbit Peraturan Mendikbudristek Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan PP Museum.
Dalam Permendikbudristek Pasal 1 (1) dijelaskan museum merupakan lembaga berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikan pada masyarakat. PP Museum Pasa1 1 (8) menyebut pemilik museum meliputi pemerintah, pemprov, pemkab/pemkot, tiap orang/kelompok orang/masyarakat atau badan usaha.
Di dalam Pasal 3 persyaratan mendirikan museum, terdiri dari (1) visi dan misi, (2) koleksi berupa benda utuh, fragmen atau replika, hasil rekonstruksi dan restorasi (pengembalian bentuk, warna, fungsi benda sebagaimana semula), (3) lokasi atau bangunan, (4) sumber daya manusia (kurator) terdiri kepala museum, tenaga teknis, dan tenaga admin, (5) sumber pendanaan tetap, (6) memiliki nama, (7) daftar koleksi disertai keterangan asal benda, bukti kepemilikan benda, dan (8) didaftarkan. Untuk museum yang dikelola masyarakat adat persyaratan ditambah (9) berbadan hukum yayasan.
Pendaftaran untuk menedirikan museum pada Direktorat Pelindungan Kebudayaan (Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek) bagi museum pemerintah pusat dan pemerintah provinsi; pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi bagi museum pemkab/pemkot; pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab/Kota bagi museum individu atau museum yang dikelola masyarakat.
Pengesahan museum bila memiliki 8 atau 9 persyaratan di atas dan diverifikasi petugas pendaftaran maka terdaftar sebagai museum. Setelah dua tahun terdaftar sebagai museum, dilakukan standarisasi museum oleh tim verifikasi dengan tipe A (skor 86-100), tipe B (skor 73-86), tipe C (60-73). Bila skor di bawah 60,00 maka dianggap tidak memenuhi standar sebagai museum.
Setelah tiga tahun terstandarisasi, dievaluasi oleh pemerintah yang membidangi dan organisasi profesi peruseuman. Sumber koleksi museum dari hasil penemuan, pencarian, hibah (pemberian), imbal jasa, pertukaran, pembelian, hadiah, warisan. Dengan demikian, desa atau warga dapat membuat museum demi lestarinya benda bersejarah untuk pendidikan anak bangsa.
Nuwun. (*)
*)
Pemerhati sejarah dan budaya, dosen IAIN Kudus