KITA patut bersyukur karena dipertemukan kembali dengan Hari Kemerdekaan RI, di mana tahun ini sudah berusia 77 tahun. Setiap tahun kita memperingati hari kemerdekaan negeri ini dari kolonialisme dan imperialisme.
Lantas, makna apa yang bisa dipetik dari peringatan kemerdekaan ini? Jangan sampai peringatan hari kemerdekaan ini sekadar rutinitas tahunan yang hampa makna.
Kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 menandakan bahwa secara politis Indonesia memang telah merdeka. Namun, seiring berjalannya waktu kita masih menghadapi berbagai tantangan, seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi dan ketidakadilan yang masih terjadi di republik ini.
Persoalan kemiskinan, misalnya, di mana jumlahnya hingga saat ini masih cukup tinggi. Berdasarkan data Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), tingkat kemiskinan Indonesia pada 2022 melonjak menjadi 10,81 persen atau setara 29,3 juta penduduk.
Kasus korupsi juga mengalami peningkatan signifikan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 533 penindakan kasus korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum (APH) sepanjang 2021.
Dari seluruh kasus tersebut, total potensi kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 29,4 triliun. Jumlah kasus korupsi yang berhasil ditindak APH pada 2021 lebih banyak dari tahun sebelumnya, dan cenderung fluktuatif dalam lima tahun terakhir (Katadata.co.id, 19/4/2022).
Berbagai persoalan tersebut harus menjadi perhatian semua pihak terutama pemerintah. Oleh karena itu, semangat juang para pendiri bangsa ini perlu dilanjutkan untuk mengukuhkan kembali kesadaran terhadap tujuan kemerdekaan dengan melawan berbagai ketidakadilan yang sering kali terjadi di tengah-tengah kita.
Peran Kaum Muda
Azyumardi Azra dalam Menjaga Indonesia (2020) menyatakan, tujuh belas Agustus adalah masa yang paling tepat untuk merenungkan kembali perjalanan bangsa ini. Masa lampau tidak mungkin kembali. Karena itu, tidak sepatutnya kita terus merindukan masa lampau.