SUDAH jamak diketahui bahwa sejak berdirinya hingga saat ini, industri keuangan syariah terus mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Bukan saja karena aktivitasnya yang lekat dengan sektor riil, tetapi karena ketahanannya dalam menghadapi pelbagai krisis keuangan. Uniknya lagi, industri keuangan syariah juga tumbuh dan berkembang di negara-negara nonmuslim.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Januari 2021 total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp1.823,13 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 24,54% secara year on year (yoy).
Pertumbuhan tersebut melampaui pertumbuhan aset keuangan syariah secara tahunan dalam tiga tahun terakhir. Total aset keuangan syariah tumbuh 14,15% pada 2018, kemudian 13,84% pada 2019, dan 22,79% pada 2020 (Bisnis.com, 20/4/2021).
Di tingkat global, ekonomi dan keuangan syariah Indonesia terus berkibar. Islamic Finance Development Indicators (IFDI) 2020, misalnya, menempatkan Indonesia pada posisi kedua. Sementara dalam laporan Global Islamic Economy Indicator (GIEI) 2020/2021 yang diterbitkan Dinar Standard Indonesia meraih peringkat keempat.
Pelbagai pencapaian ini patut disyukuri dan dijadikan sebagai pendorong untuk terus berbenah agar masa depan keuangan syariah Indonesia semakin gemilang, apalagi kita masih memiliki tentangan yang menjadi pekerjaan rumah bersama.
Peran Pesantren
Dalam perjalanannya, keuangan syariah bukan tanpa hambatan. Pemahaman masyarakat yang masih minim merupakan persoalan mendasar yang penyelesaiannya perlu terus diupayakan. Sebab, masih ada anggapan di kalangan masyarakat bahwa praktik keuangan syariah sama dengan konvensional, hanya nama atau istilah saja yang berbeda.
Rendahnya pemahaman masyarakat tentang ekonomi dan keuangan syariah ini diperkuat dengan Survei Nasional Keuangan Indonesia tahun 2019 yang menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah hanya 8,93 persen.
Karena itu, gerakan literasi keuangan syariah bagi masyarakat perlu diperkuat dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan semua elemen masyarakat terutama pihak pemerintah, pelaku industri keuangan syariah, dan lembaga pendidikan. Tanpa sinergitas, apapun upaya kita untuk meningkatkan literasi keuangan syariah akan sulit dicapai.
Arsyad dan Wahyu (2017) mendefinisikan literasi keuangan syariah sebagai kecakapan atau kesanggupan seseorang dalam hal pemahaman dan penerapan keuangan yang dibutuhkan dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai agama Islam, sehingga mampu mengelola keuangan yang lebih baik dan mensejahterakan kehidupan lahir dan batin.
Banyak kalangan menilai bahwa Indonesia akan menjadi kiblat keuangan syariah global. Tentu saja ini bukan isapan jempol semata mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.