SABTU 6 Juni 2020 pukul 00.45.51 WIB (malam tadi) terjadi gerhana bulan, puncaknya pukul 02.45.55 WIB dan berakhir 04.04.03 WIB. Peristiwa alam sebagai objek kajian ilmiah, meski ada yang memaknai secara mistis. Hal ini sebagaimana pada 27 Januari 632 M/Dzulkaidah 10 H terjadi gerhana matahari cincin.
Peristiwa ini pascadimakamkannya Ibrahim, putra Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah. Warga saat itu ada yang berpandangan bahwa gerhana akibat kematian Ibrahim.
Padahal gerhana bukan akibat kematian seseorang, tapi peristiwa alam kehendak Tuhan yang bermakna untuk kehidupan. Al-Quran surat al-Fusilat:37 yang berbunyi “
di antara tanda kekuasaan Allah adanya malam, siang, matahari, dan bulan. Jangan menyembah/bersujud pada matahari atau bulan, sujud (sembahlah) hanya pada Allah sang pencipta alam seisinya”.
Surat Ali Imran: 190-191 juga disebutkan terciptanya langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi yang menelaah secara ilmiah.
(Upaya manusia) mengingat Tuhan dengan berdiri, duduk atau berbaring dan merenungi kebesaran karya Tuhan. Islam mensyariatkan bila ada gerhana matahari dan bulan, disunahkan salat gerhana, beristighfar memohon ampun pada Tuhan dengan bacaan suci.
Bagi yang memahami peristiwa gerhana akan mengatakan: “
Ya Tuhan, tidaklah Engkau ciptakan alam dan dinamikanya dengan sia-sia”.
Memahami peristiwa gerhana dengan memahami ilmu astronomi, Islam mengajarkan agar muslim ada yang memahami astronomi (menjadi astronom). Maknanya, Islam tidak hanya mewajibkan muslim memahami ilmu keislaman semata. Jadi, tidak ada pembeda (dikotomi) ilmu keislaman dan nonkeislaman, semua ilmu bermanfaat untuk kehidupan.
Gerhana matahari (
khusuf as-syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian atau keseluruhan (total) pada siang hari, sedangkan gerhana bulan (
khusuf al-qomar) yakni hilangnya cahaya bulan sebagian atau keseluruhan (total) pada malam hari.
Gerhana perspektif ilmu astronomi merupakan bagian dari keteraturan tiga benda alam yakni sistem matahari-bulan-bumi dengan edarannya masing-masing (orbit). Adanya orbit, benda langit tak bertabrakan. Al-Quran surat ar-Rahman:5 “
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan“.
Akibat edar bulan dan bumi terhadap matahari (ekliptika) dan tatkala orbit bulan dekat dengan ekliptika bersamaan tiba/datangnya bulan baru. Hikmah gerhana matahari cincin (khususnya) sebagai pengembangan ilmu hisab (perhitungan bulan baru) dengan memprediksi peredaran bulan sehingga awal bulan qomariyah dihitung lebih akurat.
Merespon Gerhana Era MilenialKecanggihan teknologi informasi dengan kemudahan mengakses informasi bagi publik, secara perlahan mengubah pola pandang terhadap gerhana. Masa lalu, warga mengekspresikan atau merespon terjadinya gerhana dengan ragam perspektif, ada yang mistis bahwa gerhana pertanda akan terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan manusia.Ada pula yang reaktif dengan menepuk-nepuk pohon yang sedang berbuah, penanda dibangunkan agar terjauhkan dari penyakit/hama. Ada pula yang menyembunyikan diri di tempat yang tidak terjangkau sinar.Ada lagi yang mengekspresikannya dengan memukul kentongan dan lesung sebagai penanda ada peristiwa alam, agar warga tidak tertidur tetapi terjaga bersama saatnya gerhana terjadi.Ragam reaksi tersebut kini menjadi kenangan karena dirasionalkan. Hal yang memprihatinkan, disyariatkan salat gerhana matahari dan bulan pun tak selalu dilazimkan, mengapa?.Pemahaman peristiwa alam kurang mendapat perhatian akibat pemaknaan atas gerhana sebagai rutinitas. Ormas Islam mengagendakan salat gerhana di tempat ibadah, Kementerian Agama menjadwalkan salat gerhana matahari di madrasah/sekolah bagi guru dan murid agar menjadi tradisi. Semoga peristiwa alam memberi makna dan kita maknai untuk kemaslahatan.
Nuwun.
*) Penulis adalah dosen IAIN Kudus
[caption id="attachment_189443" align="alignleft" width="150"]
Moh Rosyid *)[/caption]
SABTU 6 Juni 2020 pukul 00.45.51 WIB (malam tadi) terjadi gerhana bulan, puncaknya pukul 02.45.55 WIB dan berakhir 04.04.03 WIB. Peristiwa alam sebagai objek kajian ilmiah, meski ada yang memaknai secara mistis. Hal ini sebagaimana pada 27 Januari 632 M/Dzulkaidah 10 H terjadi gerhana matahari cincin.
Peristiwa ini pascadimakamkannya Ibrahim, putra Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah. Warga saat itu ada yang berpandangan bahwa gerhana akibat kematian Ibrahim.
Padahal gerhana bukan akibat kematian seseorang, tapi peristiwa alam kehendak Tuhan yang bermakna untuk kehidupan. Al-Quran surat al-Fusilat:37 yang berbunyi “
di antara tanda kekuasaan Allah adanya malam, siang, matahari, dan bulan. Jangan menyembah/bersujud pada matahari atau bulan, sujud (sembahlah) hanya pada Allah sang pencipta alam seisinya”.
Surat Ali Imran: 190-191 juga disebutkan terciptanya langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi yang menelaah secara ilmiah.
(Upaya manusia) mengingat Tuhan dengan berdiri, duduk atau berbaring dan merenungi kebesaran karya Tuhan. Islam mensyariatkan bila ada gerhana matahari dan bulan, disunahkan salat gerhana, beristighfar memohon ampun pada Tuhan dengan bacaan suci.
Bagi yang memahami peristiwa gerhana akan mengatakan: “
Ya Tuhan, tidaklah Engkau ciptakan alam dan dinamikanya dengan sia-sia”.
Memahami peristiwa gerhana dengan memahami ilmu astronomi, Islam mengajarkan agar muslim ada yang memahami astronomi (menjadi astronom). Maknanya, Islam tidak hanya mewajibkan muslim memahami ilmu keislaman semata. Jadi, tidak ada pembeda (dikotomi) ilmu keislaman dan nonkeislaman, semua ilmu bermanfaat untuk kehidupan.
Gerhana matahari (
khusuf as-syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian atau keseluruhan (total) pada siang hari, sedangkan gerhana bulan (
khusuf al-qomar) yakni hilangnya cahaya bulan sebagian atau keseluruhan (total) pada malam hari.
Gerhana perspektif ilmu astronomi merupakan bagian dari keteraturan tiga benda alam yakni sistem matahari-bulan-bumi dengan edarannya masing-masing (orbit). Adanya orbit, benda langit tak bertabrakan. Al-Quran surat ar-Rahman:5 “
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan“.
Akibat edar bulan dan bumi terhadap matahari (ekliptika) dan tatkala orbit bulan dekat dengan ekliptika bersamaan tiba/datangnya bulan baru. Hikmah gerhana matahari cincin (khususnya) sebagai pengembangan ilmu hisab (perhitungan bulan baru) dengan memprediksi peredaran bulan sehingga awal bulan qomariyah dihitung lebih akurat.
Merespon Gerhana Era Milenial
Kecanggihan teknologi informasi dengan kemudahan mengakses informasi bagi publik, secara perlahan mengubah pola pandang terhadap gerhana. Masa lalu, warga mengekspresikan atau merespon terjadinya gerhana dengan ragam perspektif, ada yang mistis bahwa gerhana pertanda akan terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan manusia.
Ada pula yang reaktif dengan menepuk-nepuk pohon yang sedang berbuah, penanda dibangunkan agar terjauhkan dari penyakit/hama. Ada pula yang menyembunyikan diri di tempat yang tidak terjangkau sinar.
Ada lagi yang mengekspresikannya dengan memukul kentongan dan lesung sebagai penanda ada peristiwa alam, agar warga tidak tertidur tetapi terjaga bersama saatnya gerhana terjadi.
Ragam reaksi tersebut kini menjadi kenangan karena dirasionalkan. Hal yang memprihatinkan, disyariatkan salat gerhana matahari dan bulan pun tak selalu dilazimkan, mengapa?.
Pemahaman peristiwa alam kurang mendapat perhatian akibat pemaknaan atas gerhana sebagai rutinitas. Ormas Islam mengagendakan salat gerhana di tempat ibadah, Kementerian Agama menjadwalkan salat gerhana matahari di madrasah/sekolah bagi guru dan murid agar menjadi tradisi. Semoga peristiwa alam memberi makna dan kita maknai untuk kemaslahatan.
Nuwun.
*) Penulis adalah dosen IAIN Kudus