ZEUS menghukum Prometheus dan umat manusia yang telah mengambil api Olimpus dengan menurunkan Pandora ke bumi. Sosok Pandora yang cantik dan memesona, membuat Epimetheus saudara Prometheus terpesona dan jatuh cinta, yang kemudian menikahinya.
Pada hari pernikahan Epimetheus dan Pandora, Zeus memberi hadiah berupa sebuah kotak. Prometheus yang mengetahui rencana Zeus kemudian memperingatkan Epimetheus dan Pandora untuk tidak membukanya. Takdir berkata lain, Pandora yang dianugerahi rasa ingin tahu yang tinggi, akhirnya membuka kotak tersebut.
Ternyata kotak tersebut berisi berbagai hal buruk, salah satunya berupa wabah penyakit. Itulah salah satu mitologi Yunani yang dikatakan sebagai “Kotak Pandora”. Istilah kotak Pandora acap kali digunakan untuk menjelaskan sesuatu perbuatan yang menyebabkan masalah yang tidak terduga.
Virus Corona Covid-19 yang awalnya penyakit endemi di daerah Wuhan, kemudian bertransformasi menjadi pandemi secara global. Wuhan ditengarai sebagai wilayah yang kali pertama terkena Covid-19 belum bisa diketahui secara pasti penyebab lahirnya Covid-19.
Ada yang mengatakan berasal dari hewan kelelawar di pasar hewan Wuhan, yang pada akhirnya pasar tersebut ditutup. Ada pula yang mempolitisasi Covid-19 merupakan kiriman dari AS, yang kebetulan bersitegang dengan Tiongkok.
Covid-19 sudah menjangkit di 183 negara dan tercatat ada 254.862 kasus yang terinfeksi dengan jumlah kematian mencapai 10.447 orang. Penyebaran terbanyak terjangkit Covid-19 berturut-turut Tiongkok 80.967 kasus, Italia 41.035 kasus, dan Spain 19.980 kasus (data worldometers.info per 20 Maret 2020).
Hal ini yang kemudian membuat World Health Organisation (WHO) menyatakan sebagai kasus darurat secara global. Di Indonesia sudah mencapai 369 kasus dengan jumlah kematian 32 orang dan yang sembuh 17 orang (data worldometers.info per 20 Maret 2020).
Itu artinya angka kematian di Indonesia untuk Covid-19 mencapai 8,7% tertinggi di antara negara-negara lain di dunia. Data ini tentulah sangat mencemaskan, apa lagi melihat sikap masyarakat yang masih apatis dan terkesan mengindahkan anjuran pemerintah dan para dokter yang memiliki kapasitas dalam bidangnya.
Kecemasan akan terus menghantui, karena masih banyak ketidak pastian mengenai Covid-19. Apabila kecemasan ini terus-menerus terjadi, maka akan menyebabkan depresi. Dalam buku Filosofi Teras karya Henry Mananpiring (2019), ada dua gejala penting depresi yakni pertama, mood yang sedih, lalu yang kedua, putus asa.
Ketika ada orang berkata “Covid-19 kok tidak selesai-selesai” hati-hati ini menunjukkan gejala orang depresi. Pada dasarnya, kecemasan, stres, dan depresi itu datangnya dari internal, sehingga dapat diupayakan.
Menurut Hans Seyle, “Bukan cemas, stres yang membunuh kita, tapi reaksi kita terhadapnya”. Apabila reaksi negatif yang muncul maka stres, cemas, dan depresi yang akan muncul ke permukaan. Kondisi seperti inilah yang akan mengakibatkan lahirnya hormon kortisol, yakni zat yang sifatnya oksidatif. Zat oksidatif ini dapat menjadi penyebab menurunkan daya imun tubuh, sehingga akan memudahkan tubuh terinfeksi berbagai virus, termasuk Covid-19.
Jadi perlu adanya perubahan reaksi, yakni perlu adanya reaksi positif yang dimunculkan. Reaksi seperti tertawa, bahagia, dan istirahat yang cukup akan melahirkan hormon endorfin. Yakni hormon yang dapat merangsang timbulnya zat imunitas, sehingga dapat merestriksi tubuh terkena berbagai virus, termasuk Covid-19.
Harapan
Kotak telah dibuka, Pandora telah melepas berbagai teror yang berupa rasa sakit, keserakahan, kelaparan, wabah penyakit, dan berbagai malapetaka lainnya. Semua keburukan itu menyebar ke seluruh dunia dan menjangkiti manusia.
Pandora sangat terkejut dan menyesali atas apa yang telah dilakukan. Di tengah penyesalannya, dia melihat satu hal yang tersisa dan tak lepas dari kotak tersebut, yakni harapan.
Kehidupan manusia didorong oleh harapan-harapan. Dari aktivitas bangun tidur, olahraga, sekolah, kerja, dan aktivitas liyan, selalu ada harapan akan hidup yang lebih baik. Ketika diterpa masalah atau musibah, harapan pula yang mampu menyelamatkan manusia.
Harapan bisa dikatakan sebagai keinginan agar sesuatu terjadi. Harapan agar segera berlalu tragedi Covid-19 yang telah pandemi, tentu didambakan oleh semua umat manusia. Agar itu terjadi, perlu adanya itikad kolektif semua komponen umat manusia.
Pemilik otoritas terkait yakni pemerintah, WHO, kedoteran, dan para ilmuan sangatlah diharapkan dapat bertindak cepat, tepat, dan efektif. Di mana kebijakan, regulasi, pelayanan, dan penanganan Covid-19 segera dilakukan.
Para tokoh dan pers pun juga bersama-sama beritikad untuk memberikan arahan dan informasi yang benar terkait Covid-19. Masyarakat juga perlu memiliki kesadaran kolektif untuk mengikuti kebijakan yang telah dibuat otoritas terkait.
Dari melakukan sosial distancing, memeriksakan kesehatan dan mengisolasi diri apabila pernah kontak dengan pasien positif Covid-19 atau pernah berkunjung ke negara/daerah endemis Covid- 19 dalam 14 hari terakhir, memeriksakan kesehatan apabila ada gejala (demam >38C, pilek, batuk, dan sesak nafas), menjaga kebersihan, saling mengingatkan dan menguatkan, serta keterbukaan dan kejujuran semua pihak.
Itikad kolektif di atas merupakan bentuk eksistensi manusia untuk memutus rantai Covid-19 yang telah menelan banyak nyawa. Harapan meredam Covid-19 akan terlihat terang, apabila semua aturan main di atas dilaksanakan secara kolektif oleh umat manusia. Harapan selalu ada, tinggal bagaimana manusia berusaha mewujudkannya.(*)
*) Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan aktif di Rumah Kearifan (House of Wisdom)