Minggu, 26 Januari 2025


KATA al-Quds dari bahasa Arab yang dijadikan nama Kabupaten Kudus merupakan nama kota yang khas di Indonesia. Peran besar Sunan Kudus dan Ki Telingsing (etnis Tionghoa), mereka berdua membangun kota Kudus untuk generasi kini.

Keduanya rukun dan guyup sebagai tauladan generasi milenial. Ragam kekhasan dan julukan pun dimiliki kota Kudus, seperti Kota Industri, Kota Kretek, dan Kota Santri dengan peninggalan dari leluhur yang unik pula.

Akan tetapi, kebanggaan mewarisi benda cagar budaya (BCB) belum diimbangi dengan merawat secara nyata oleh pemerintah daerah (pemda) dan warga Kudus. Faktanya, BCB tidak dirawat atau nihil anggaran dapat dijumpai, seperti Langgar Bubrah (LB) di Kampung Tepasan, Desa Demangan, Kecamatan Kota, Kudus.

LB memiliki keunikan dengan adanya lingga dan yoni (sebagai ciri khas benda yang lazim di candi) hingga kini ada di LB. Hanya saja, atap LB yang menaunginya nyaris roboh dan lahan LB kian menyempit karena nihil kepedulian Pemda Kudus.

Padahal, amanat UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (CB) pemda harus melestarikan yakni upaya mempertahankan keberadaan CB dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan. Melindungi dengan cara mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran dengan penyelamatan, pengamanan, dan pemeliharaan. Penyelamatan dengan menjaga dan mencegah CB dari ancaman dan/atau gangguan.

Pasal 5 UU CB memberi kriteria BCB yakni berusia 50 tahun lebih, mewakili masa gaya minimal berusia 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, iptek, pendidikan, agama, dan kebudayaan. Pihak yang menentukan kriteria tersebut adalah Tim Ahli Cagar Budaya (TACB), sudahkah dibentuk Pemkab Kudus?.

 

Pendanaan BCB

Pasal 22 UU Cagar Budaya, setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai CB berhak memperoleh kompensasi (uang) bila melindungi CB. Pasal 23 setiap orang yang menemukan benda CB wajib melaporkan pada instansi berwenang seperti Dinas Kebudayaan atau Polri.

Pasal 24 menyebut, setiap orang berhak memperoleh kompensasi bila BCB yang ditemukannya ditetapkan sebagai CB. Pasal ini harus disosialisasikan pada warga agar bergairah dalam melaporkan pada pemerintah bila menemukan atau memiliki BCB.

Persoalannya, belum tersosialisasikannya UU CB menjadi penyebab warga tidak mengetahui pentingnya CB dan BCB untuk dilestarikan. Media menyosialisasikan dapat bermitra dengan unit pelaksana teknis daerah (UPTD), lembaga swadaya masyarakat (LSM), musyawarah guru matapelajaran (MGMP), sivitas akademika (dosen dan mahasiswa), dan pihak lain yang peduli dengan CB/BCB. Jalan TengahDinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Kabupaten Kudus sebagai unit kerja yang memiliki tugas pokok antara lain mendata, merawat, dan melestarikan (3 M) cagar budaya, setiap tahun anggaran mendapatkan dana/APBD Kudus, sudahkah mengalokasikan dana untuk 3 M?.Apakah APBD di Dinbudpar Kudus difokuskan/diprioritaskan untuk infrastruktur destinasi wisata (prasarana fisik tempat wisata) dan menggaji pegawai honorer yang sebenarnya tenaganya tidak mendesak dibutuhkan karena hanya staf admin?.Padahal yang lebih diutamakan tenaga arkeologi (ahli purbakala), sejarawan, dan permuseuman (kurator) yang mendesak!. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kudus sudah saatnya memiliki kepedulian dengan strategi alokasi dana/anggaran APBD yang memihak untuk 3 M.Belum lama ini, anggota DPRD Kudus menginspeksi mendadak (sidak) di Puskesmas dan pasar tradisional yang menerima anggaran APBD Kudus, kapan akan menyidak cagar budaya dan benda cagar budaya di Kudus yang kondisinya nihil perhatian?.Peduli terhadap peninggalan karya budaya leluhur sebagai ciri generasi yang berbudaya, mikul duwur, mendem jero. Kebanggaan sebagai warga Kudus yang diberi amanat leluhur untuk mewarisi dan merawat memerlukan kesadaran bahwa cagar budaya dan benda cagar budaya tidak akan dapat diciptakan generasi masa kini karena nilai sejarahnya. Nuwun. (*) *) Dosen IAIN Kudus ([email protected])

Baca Juga

Komentar

Gagasan Terkini

Terpopuler