INDONESIA sebagai negara yang kaya akan daerah destinasi wisata patut berbangga. Sokongan destinasi wisata Indonesia salah satunya berasal dari Jawa Tengah. Destinasi wisata seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Dieng Plateau, Karimun Jawa, dan Museum Kereta Api sudah bukan hal asing di kalangan wisatawan.
Predikat Jawa Tengah semakin melambung lewat penghargaan terbaik Indonesia’s Attractiveness Award di tahun 2018.
Di Jawa Tengah sendiri saat ini mulai tumbuh dan menjamur kawasan wisata lokal (local tourism) di berbagai daerah. Pembiayaan dan pengelolaannya ada yang dikelola secara mandiri ada juga yang kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah setempat, misalnya dalam bingkai Badan Usaha Milik Desa (BUMD).
Seperti yang diungkapkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat ini telah ada 229 desa wisata yang tersebar di 35 kabupaten dan kota di Jateng. Desa wisata di Jateng ditargetkan mencapai 500 desa. (Tribun Jateng, 21 Juli 2019).
Dalam upaya mewujudkan pemenuhan target desa wisata di Jawa Tengah, perlu dibangun desa wisata baru dengan segala potensi dan keunggulan daerah menjadi sebuah wisata lokal yang bernilai jual tinggi. Kita ketahui bersama juga kalau kunjungan wisatawan jelas berbanding lurus dengan pendapatan yang diterima daerah.
Tentu berbagai lini terkait wisata lokal perlu dirawat dan dibenahi dengan memenuhi unsur 4A yaitu attraction (atraksi), accessibility (akses), amenity (akomodasi), dan ancilliary (fasilitas pendukung). Selain itu, kawasan wisata lokal harus dikembangkan lebih inovatif dan menarik, digali potensinya secara maksimal dengan didukung promosi dan pemasaran yang kreatif-inovatif-efektif.
Saat ini anak muda atau yang disebut generasi milenial tidak bisa dipisahkan dari medsos dan ruang maya. Keberadaan medsos dan kaum milenial di era cyber information ibarat dua sisi mata uang, yang tak bisa dipisahkan antara keduanya. Berkaitan dengan generasi milenial dalam hal ini, pendekatan yang paling cocok ialah melalui media sosial (ruang maya).