Minggu, 26 Januari 2025


TAK lama lagi, sekolah-sekolah di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Kudus, akan menyelenggarakan Masa Orientasi Pendidikan (Mopdik) bagi peserta didik barunya, baik di jenjang SMP/MTs maupun SMA/MA/ SMK.

Mopdik –atau apapun namanya yang bisa jadi berbeda di setiap sekolah/madrasah- merupakan sarana yang sangat penting bagi peserta didik (siswa) baru, untuk mengenalkan iklim akademik di sekolah baru mereka.

Namun ada hal lain, yang, dalam menjalankan Mopdik di era kekinian, tak kalah penting untuk diperhatikan. Yaitu penguatan nilai-nilai kebangsaan bagi para peserta didik baru di suatu sekolah/madrasah.

Penguatan nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan bagi generasi muda bangsa ini, harus senantiasa diinternalisasikan melalui berbagai ruang dan kesempatan, untuk membentengi mereka agar tidak terjerumus dalam sebuah kelompok (organisasi) radikal yang hendak merongrong bangsa ini, apalagi dari kelompok yang menghendaki ideologi Pancasila diganti dengan paham khilafah.

Bukan rahasia lagi, institusi pendidikan, baik sekolah/madrasah maupun perguruan tinggi, rentan terpapar oleh kelompok radikal. MURIANEWS.com edisi 26 Februari 2019, menurunkan reportase berjudul ''Gerakan Radikal Disinyalir Mulai Muncul di Sekolah''. Catatan penting dari reportase ini, bahwa gerakan yang mencoba meruntuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), disinyalir telah masuk di sekolah-sekolah, terutama sekolah negeri.

Tirto.id (edisi 31 Mei 2019), menurunkan tulisan berjudul ‘’Setara Institute Sebut 10 Kampus Terpapar Paham Radikalisme’’. Dijelaskan, terdapat 10 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia yang terpapar paham Islam radikal yang dibawa oleh kelompok keagamaan yang eksklusif, yakni salafi-wahabi, tarbiyah dan tahririyah.

Ironisnya, 10 PTN yang terpapar paham Islam radikal itu, adalah perguruan tinggi besar dan berpengaruh, yaitu UI, ITB, UGM, UNY, UIN Jakarta dan Bandung, IPB, Unbraw, Uniram, dan Unair.

 

Perlu Diwaspadai

Ada satu hal yang mesti dipahami bersama, bahwa Islam radikal dan gerakan-gerakan lain yang tidak sepaham dengan ideologi Pancasila, bisa merecoki sekolah dan  institusi pendidikan mana pun di negeri ini.

Maka yang harus dilakukan kemudian, yakni secara bersama sivitas akademika harus mewaspadai masuk dan merebaknya organisasi-organisasi tersebut masuk sekolah/madrasah dan perguruan tiggi – perguruan tinggi.

Tanpa adanya kewaspadaan pihak pimpinan dan jajaran pengelola sekolah/madrasah atau perguruan tinggi, maka organisasi-organisasi radikal yang intoleran, akan leluasa menancapkan ideologinya kepada generasi muda bangsa ini.
Untuk itu, secara berkala pula, pihak pimpinan dan pengelola sekolah/madrasah dan perguruan tinggi juga melakukan analisa dan identifikasi terhadap kondisi lembaganya. Bukan untuk su’uzan (negatif thinking) terhadap sivitas akademika yang ada, tetapi sebagai upaya mengantisipasi agar kelompok radikal dan intoleran tidak masuk dan merebak di sekolah/ madrasah maupun perguruan tinggi di negeri ini. Ruang untuk MengantisipasiHarus disadari bersama pula, bahwa tugas mengantisipasi gerakan radikal, intoleran dan yang tidak sepakat dengan ideologi Pancasila, tidak hanya menjadi tanggung jawab (tugas) pemerintah semata, melainkan tanggung jawab semua pihak.Terkait hal itu, dibutuhkan banyak ruang untuk mengantisipasi rongrongan kelompok-kelompok yang hendak menggangu wibawa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mopdik bisa menjadi salah satu momentum untuk itu.Mopdik bisa diberi porsi yang cukup tentang materi-materi untuk menginternalisasikan serta melakukan penguatan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme, juga untuk melalukan transformasi nilai-nilai Islam ramah dan toleran.Saat ini, tidak sedikit sekolah/madrasah memang yang telah memasukkan materi-materi terkait penguatan nasionalisme ini, bekerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti TNI dan Polri. Namun biasanya kedua institusi masih sebatas diundang untuk menjadi narasumber.Untuk lebih memaksimalkan Mopdik sebagai salah satu ruang alternatif melakukan penguatan nasionalisme dan kebangsaan kepada peserta didik baru di sekolah madrasah, sebenarnya sangat menarik jika TNI dan Polri juga diajak menyusun materi apa saja yang tepat untuk itu.Dan penyusunan materinya, juga lebih tepat lagi jika paling tidak melibatkan berbagai unsur, antara lain Dinas Pendidikan, Kementerian Agama (melalui yang membidangi pendidikan dasar dan menengah), TNI, Polri dan Kantor Kesbangpol.Akhirnya, banyak momentum, yang, sebenarnya bisa dijadikan sebagai ruang alternatif untuk membantu pemerintah, dalam rangka melakukan internalisasi serta penguatan nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan kepada generasi muda. Mopdik adalah salah satunya. Wallahu a’lam. (*) *) Penulis lepas, editor buku dan staf pengajar MA NU Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus. Pegiat Gubug Literasi Tansaro ini juga menjadi Staf Akademik Bidang Media dan Publikasi pada Ma’had Aly TBS Kudus

Baca Juga

Komentar

Gagasan Terkini

Terpopuler