HARI ini, Rabu (30/11/2016), sebanyak 43 desa yang ada di Rembang melaksanakan pesta demokrasi. Ribuan pemilih di masing-masing desa tersebut dihadapkan dengan transisi kepemimpinan.
Hari ini pula, foto masing-masing calon pemimpin tersebut terpampang jelas pada selembar kertas bernama surat suara. Jangan heran, jika wajah mereka akan menyuguhkan “senyuman termanisnya” hari ini. Mereka akan mencoba memikat sedemikian rupa, agar tak diacuhkan begitu saja. Sebab, mereka tak mau kalian sebagai pemilih berpaling sedetik pun untuk
selenco pada foto yang ada di sebelahnya.
Sebuah lubang kecil, tepat di bagian wajah atau badan, menjadi keinginan mereka, agar pemilih memberikannya. Cukup satu, bukan dua atau tiga lubang di foto yang berbeda. Satu lubang, adalah sebuah harapan untuk menjadi pemenang.
Lubang di selembar kertas inilah yang menjadi justifikasi atas kemenangan atau kekalahan seorang calon pemimpin. Untuk itu, jangan salah kaprah untuk melubangi selembar kertas berharga tersebut. Berilah lubang dengan paku yang disediakan panitia. Cukup satu di bagian foto calon pemimpin yang menurutnya Kamu layak menjadi pemimpin. Jangan karena keteledoran, suaramu tak tersalurkan untuk ikut memilih pemimpin.
Catatan penting yang tak bisa diabaikan ketika berada di bilik suara adalah, memantapkan kembali pilihan. Bukan karena soal kedekatan emosional dan kerabat, tetapi, lebih kepada persoalan visi dan karakter dari calon pemimpin yang dipilih.
Pun demikian, hari ini pula, kita akan melihat siapa saja wajah-wajah yang bakal memimpin di 43 desa di Rembang. Sebab, penghitungan suara pemilih akan dilakukan hari ini juga usai pencoblosan.
Di sinilah, kita akan melihat bagaimana proses demokrasi itu berjalan sesuai teori atau tidak, sesuai yang diharapkan selama ini atau tidak. Demokrasi yang seharusnya berjalan damai, tentu menjadi harapan kita semua pada pelaksanaan pilkades.Kemenangan, tentu menjadi harapan bagi semua calon. Namun demikian, dalam proses ini tentu ada pula yang harus tersingkir, sehingga para calon juga harus bersikap bijaksana menyikapi kekalahan tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan politik di desa, yang bisa saja berpotensi terjadinya konflik sosial di desa tersebut.Dalam hal ini, komitmen para calon kades untuk melaksanakan pilkades damai perlu direalisasikan. Ikrar Damai yang sudah diucapkan seluruh calon kades di hadapan Bupati Rembang, Kapolres Rembang, TNI dan unsur Forkopimda beberapa hari lalu tentu bukan hanya sekadar ucapan yang setelahnya diabaikan begitu saja.Jika dalam proses pilkades ini kita melihat ada kegaduhan politik yang berujung menjadi konflik sosial di masyarakat, akan bisa menjadi preseden buruk dalam konteks demokrasi. Apalagi, demokrasi yang berlangsung berada di tingkatan pemerintah terkecil, yakni desa. Ruang lingkup peserta, hampir semua masih saling kenal, dan juga sebagian adalah saudara atau keluarga. Sehingga, jika timbul perpecahan akibat proses demokrasi tersebut, itu artinya ada sebuah kegagalan politik.Pilkades kita harapkan menjadi sebuah ajang untuk menentukan pemimpin secara formal dan legitimate yang tak mengurangi kerukunan bertetangga, kerukunan antarsaudara dan antarkeluarga. Sebab, terpilihnya pemimpin baru harus menjadi simbol persatuan. Persatuan sangat penting untuk mewujudkan desa yang maju.Hari ini kita menanti kabar, bahwa pilkades serentak di 43 desa di Rembang berjalan damai, seperti yang telah diikrarkan bersama oleh para calon kades.
Semoga.(*)
[caption id="attachment_101977" align="alignleft" width="150"]
Kholistiono [email protected][/caption]
HARI ini, Rabu (30/11/2016), sebanyak 43 desa yang ada di Rembang melaksanakan pesta demokrasi. Ribuan pemilih di masing-masing desa tersebut dihadapkan dengan transisi kepemimpinan.
Hari ini pula, foto masing-masing calon pemimpin tersebut terpampang jelas pada selembar kertas bernama surat suara. Jangan heran, jika wajah mereka akan menyuguhkan “senyuman termanisnya” hari ini. Mereka akan mencoba memikat sedemikian rupa, agar tak diacuhkan begitu saja. Sebab, mereka tak mau kalian sebagai pemilih berpaling sedetik pun untuk
selenco pada foto yang ada di sebelahnya.
Sebuah lubang kecil, tepat di bagian wajah atau badan, menjadi keinginan mereka, agar pemilih memberikannya. Cukup satu, bukan dua atau tiga lubang di foto yang berbeda. Satu lubang, adalah sebuah harapan untuk menjadi pemenang.
Lubang di selembar kertas inilah yang menjadi justifikasi atas kemenangan atau kekalahan seorang calon pemimpin. Untuk itu, jangan salah kaprah untuk melubangi selembar kertas berharga tersebut. Berilah lubang dengan paku yang disediakan panitia. Cukup satu di bagian foto calon pemimpin yang menurutnya Kamu layak menjadi pemimpin. Jangan karena keteledoran, suaramu tak tersalurkan untuk ikut memilih pemimpin.
Catatan penting yang tak bisa diabaikan ketika berada di bilik suara adalah, memantapkan kembali pilihan. Bukan karena soal kedekatan emosional dan kerabat, tetapi, lebih kepada persoalan visi dan karakter dari calon pemimpin yang dipilih.
Pun demikian, hari ini pula, kita akan melihat siapa saja wajah-wajah yang bakal memimpin di 43 desa di Rembang. Sebab, penghitungan suara pemilih akan dilakukan hari ini juga usai pencoblosan.
Di sinilah, kita akan melihat bagaimana proses demokrasi itu berjalan sesuai teori atau tidak, sesuai yang diharapkan selama ini atau tidak. Demokrasi yang seharusnya berjalan damai, tentu menjadi harapan kita semua pada pelaksanaan pilkades.
Kemenangan, tentu menjadi harapan bagi semua calon. Namun demikian, dalam proses ini tentu ada pula yang harus tersingkir, sehingga para calon juga harus bersikap bijaksana menyikapi kekalahan tersebut agar tidak menimbulkan kegaduhan politik di desa, yang bisa saja berpotensi terjadinya konflik sosial di desa tersebut.
Dalam hal ini, komitmen para calon kades untuk melaksanakan pilkades damai perlu direalisasikan. Ikrar Damai yang sudah diucapkan seluruh calon kades di hadapan Bupati Rembang, Kapolres Rembang, TNI dan unsur Forkopimda beberapa hari lalu tentu bukan hanya sekadar ucapan yang setelahnya diabaikan begitu saja.
Jika dalam proses pilkades ini kita melihat ada kegaduhan politik yang berujung menjadi konflik sosial di masyarakat, akan bisa menjadi preseden buruk dalam konteks demokrasi. Apalagi, demokrasi yang berlangsung berada di tingkatan pemerintah terkecil, yakni desa. Ruang lingkup peserta, hampir semua masih saling kenal, dan juga sebagian adalah saudara atau keluarga. Sehingga, jika timbul perpecahan akibat proses demokrasi tersebut, itu artinya ada sebuah kegagalan politik.
Pilkades kita harapkan menjadi sebuah ajang untuk menentukan pemimpin secara formal dan legitimate yang tak mengurangi kerukunan bertetangga, kerukunan antarsaudara dan antarkeluarga. Sebab, terpilihnya pemimpin baru harus menjadi simbol persatuan. Persatuan sangat penting untuk mewujudkan desa yang maju.
Hari ini kita menanti kabar, bahwa pilkades serentak di 43 desa di Rembang berjalan damai, seperti yang telah diikrarkan bersama oleh para calon kades.
Semoga.(*)