Kali ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan masalah terkait rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite dan solar. Masalah ini sebenarnya sudah mulai kelihatan ketika pemerintah menaikkan harga pertamax hingga Rp 12.500 per liter bulan kemarin.
Namun, masyarakat kecil masih bisa menikmati pertalite dengan harga yang relatif terjangkau, yakni Rp 7.650 ribu per liter. Kondisi ini juga dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkecukupan. Mereka mengisi kendaraan dengan menggunakan pertalite, sehingga membuat tingkat pembelian pertalit ini semakin besar.
Namun, pemerintah saat ini tengah gusar dengan banyaknya anggaran subsidi energi yang dikeluarkan APBN hingga Rp 502 triliun pada kuartal III. Subsidi energi tersebut dinilai justru yang paling besar apabila dibandingkan dengan negara lain.
Baca: Airlangga Hartanto Ungkap Jokowi Tak Ingin Harga Pertalite dan Solar NaikKarena itu, pemerintah kemudian menyusun skema untuk “menyelamatkan” dana subsidi ini agar tidak membengkak dan memberatkan APBN. Salah satunya adalah dengan membatasi pembelian BBM bersubsidi dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Rencana itu dilakukan secara bertahap mulai 1 Agustus 2022 dan hingga saat ini masih dalam tahap sosialisasi.
Skema subsidi ini diberikan dalam bentuk perorangan, bukan dalam bentuk per kendaraan. Sehingga pembatasan subsidi BBM dinilai akan tepa sasaran. Saat ini, upaya pembatasan pembelian BBM bersubsidi itu masih belum diterapkan secara menyeluruh, hanya ada di beberapa daerah.
Baca: Luhut Sebut Jokowi akan Umumkan Kenaikan Pertalite dan Solar Minggu DepanBelum selesai mengurai masalah pembatasan, kini pemerintah justru memberikan sinyal bahwa harga pertalite dan solar akan dinaikkan. Isu kenaikan itu sudah mendapatkan sinyal dari Luhut Binsar Pandjaitan.Bahkan Presiden Jokowi dalam beberapa kali pertemuan kenegaraan juga menyinggung tingginya subsidi BBM yang bisa membuat APBN jebol. Jokowi juga menyinggung bagaimana negara lain sudah menerapkan harga nonsubsidi untuk BBM, tentu dengan harga yang relatif tinggi.Disisi lain, harga minyak dunia saat ini juga tengah naik. Sehingga ini menjadi beban berat bagi pemerintah untuk mempertahankan subsidi BBM atau menaikkan harga BBM sesuai dengan keekonomian.
Baca: Erick Thohir Pastikan Pasokan BBM Bersubsidi AmanBelum lagi, Jokowi sebagai Presiden dua periode pernah merasakan reaksi rakyat saat harga BBM dinaikkan. Demonstrasi berlangsung dimana-mana sehingga berakibat pada rusaknya fasilitas publik. Hampir semua mahasiswa turun ke jalan, memprotes kenaikan BBM lantaran dinilai memberatkan masyarakat.Paling parah, para demonstran meminta agar Jokowi Mundur apabila BBM tetap dinaikkan. Sebab, kenaikan BBM akan diikuti dengan naiknya komoditas lain. Sehingga, ancaman kemiskinan akan semakin besar. (*)
[caption id="attachment_310463" align="alignleft" width="150"]
Cholis Anwar
[email protected][/caption]
Kali ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan masalah terkait rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite dan solar. Masalah ini sebenarnya sudah mulai kelihatan ketika pemerintah menaikkan harga pertamax hingga Rp 12.500 per liter bulan kemarin.
Namun, masyarakat kecil masih bisa menikmati pertalite dengan harga yang relatif terjangkau, yakni Rp 7.650 ribu per liter. Kondisi ini juga dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkecukupan. Mereka mengisi kendaraan dengan menggunakan pertalite, sehingga membuat tingkat pembelian pertalit ini semakin besar.
Namun, pemerintah saat ini tengah gusar dengan banyaknya anggaran subsidi energi yang dikeluarkan APBN hingga Rp 502 triliun pada kuartal III. Subsidi energi tersebut dinilai justru yang paling besar apabila dibandingkan dengan negara lain.
Baca: Airlangga Hartanto Ungkap Jokowi Tak Ingin Harga Pertalite dan Solar Naik
Karena itu, pemerintah kemudian menyusun skema untuk “menyelamatkan” dana subsidi ini agar tidak membengkak dan memberatkan APBN. Salah satunya adalah dengan membatasi pembelian BBM bersubsidi dengan menggunakan aplikasi MyPertamina. Rencana itu dilakukan secara bertahap mulai 1 Agustus 2022 dan hingga saat ini masih dalam tahap sosialisasi.
Skema subsidi ini diberikan dalam bentuk perorangan, bukan dalam bentuk per kendaraan. Sehingga pembatasan subsidi BBM dinilai akan tepa sasaran. Saat ini, upaya pembatasan pembelian BBM bersubsidi itu masih belum diterapkan secara menyeluruh, hanya ada di beberapa daerah.
Baca: Luhut Sebut Jokowi akan Umumkan Kenaikan Pertalite dan Solar Minggu Depan
Belum selesai mengurai masalah pembatasan, kini pemerintah justru memberikan sinyal bahwa harga pertalite dan solar akan dinaikkan. Isu kenaikan itu sudah mendapatkan sinyal dari Luhut Binsar Pandjaitan.
Bahkan Presiden Jokowi dalam beberapa kali pertemuan kenegaraan juga menyinggung tingginya subsidi BBM yang bisa membuat APBN jebol. Jokowi juga menyinggung bagaimana negara lain sudah menerapkan harga nonsubsidi untuk BBM, tentu dengan harga yang relatif tinggi.
Disisi lain, harga minyak dunia saat ini juga tengah naik. Sehingga ini menjadi beban berat bagi pemerintah untuk mempertahankan subsidi BBM atau menaikkan harga BBM sesuai dengan keekonomian.
Baca: Erick Thohir Pastikan Pasokan BBM Bersubsidi Aman
Belum lagi, Jokowi sebagai Presiden dua periode pernah merasakan reaksi rakyat saat harga BBM dinaikkan. Demonstrasi berlangsung dimana-mana sehingga berakibat pada rusaknya fasilitas publik. Hampir semua mahasiswa turun ke jalan, memprotes kenaikan BBM lantaran dinilai memberatkan masyarakat.
Paling parah, para demonstran meminta agar Jokowi Mundur apabila BBM tetap dinaikkan. Sebab, kenaikan BBM akan diikuti dengan naiknya komoditas lain. Sehingga, ancaman kemiskinan akan semakin besar. (*)