[caption id="attachment_93163" align="alignleft" width="150"]
Oleh : Ali Muntoha [email protected][/caption]
SEORANG kawan yang sejak 18 tahun lalu tinggal di Saudi, bertandang ke Jakarta. Di sebuah restoran besar ia disuguhi minuman dari buah kelapa. Rasanya manis gurih, aromannya berbeda dengan kelapa lainnya. Ia kemudian bertanya kepada pelayan, kelapa apa ini namanya, dan dijawab kelapa kopyor.
Kelapa ini dipasok dari Kabupaten Pati, tempat ia menghabiskan masa kecil. Dulu semasa tinggal di Pati memang ia tak pernah tahu mengenai kelapa ini, yang ia tahu hanya kelapa sayur biasa. Di restoran yang dikunjunginya itu, kelapa kopyor dijual dengan harga selangit, sekitar Rp 170 ribu. Gemregah hatinya, bangga dan kemudian dipamerkannya kelapa ini ke kolega-koleganya.
Sang kolega menanggapinya santai, biasa. Bahkan menurut sang kolega, kelapa ini bukan berasal dari Indonesia, tapi dari Filipina. Ia bisa menemukan kelapa ini di Amerika, Australia dan negara-negara lain dengan nama kelapa Makapuno Filipina. Pecah...., kebanggaanya hilang.
Benar saja, setelah mencari informasi di internet, ia mendapati justru Filipina mengklaim dan kabarnya akan mematenkan kelapa kebanggan warga Pati itu.
Upaya Filipina ini juga membuat kalang kabut para pembesar yang ada di Indonesia, hingga kabarnya meluas sampai ke telinga para petani kelapa kopyor di Tayu dan Dukuhseti, Kabupaten Pati, yang selama ini dikenal sebagai pusatnya kelapa kopyor Pati.
Seperti saat negara lain mencoba mengklaim milik Indonesia (mulai dari produk budaya dan lainnya), semua orang menjadi gagap, sibuk membicarakan hal ini. Kecaman muncul, desakan kepada pemerintah agar tak tinggal diam bertebaran.
Pemerintah juga sibuk mencoba cara-cara agar kelapa kopyor itu tak diambil Filipina. Tim dari Kementerian Pertanian plus anggota DPR RI tergopoh-gopoh datang ke Pati.
Lalu apa sebenarnya perbedaan kelapa kopyor di Pati dengan "kopyornya" Filipina?
Mungkin tak ada perbedaan yang berarti, hanya perlakuan pemerintah saja yang berbeda. Pemerintah Filipina mampu mengkapitalisasi kelapa Makapuno, hingga menjadi sebuah produk yang benar-benar mendunia.
Guru Besar Bioteknologi Tanaman IPB Bogor Prof Sudarsono menyebut, tahun 2010, Filipina mampu mengekspor produk kelapa Makapuno ke Amerika, Kanada dan Australia dengan nilai 68 juta Peso. Tahun 2013, kebutuhan untuk ekspor ke Amerika Serikat saja mencapai 1.67 juta butir, sehingga dampak positif budidaya kelapa Makapuno mampu menyejahterakan petani Filipina. Inilah bedanya.
Memang ada yang menyebut, kelapa kopyor Pati berbeda fenotipe-nya dengan Makapuno Filipina. Namun, baik kelapa kopyor Pati maupun Makapuno merupakan kelapa mutan dengan daging buah menyerupai jeli atau agar-agar.
Kelapa kopyor merupakan kelapa mutan dengan endosperma (daging buah kelapa) abnormal. Endosperma kelapa mutan ini terlepas dari cangkangnya, lunak dan rasanya gurih. Ketidaknormalan ini justru sangat disukai. Stoknya yang sangat terbatas membuat kelapa ini sangat mahal di pasaran.
Karena tidak semua butir pada pohon kelapa kopyor, akan berubah menjadi kopyor. Di Kabupaten Pati, ada ribuan pohon kelapa kopyor yang tersebar di pekarangan-pekarangan warga. Tak hanya Pati, beberapa daerah juga mulai mengembangkan kelapa ini.
Kelapa kopyor Pati, merupakan kelapa kopyor unggulan. Kemampuan yang bisa berbuah pada usia 3-4 tahun membuat kelapa kopyor Pati dikategorikan sebagai kopyor genjah. Dan persentase menghasilkan kelapa kopyor sangat tinggi, mencapai 50 persen.
Bahkan, ada yang menyebut bahwa kelapa kopyor yang dikembangkan di Filipina, merupakan kelapa kopyor indukan dari Pati. M Unggul Ametung, Kasubdit Pemberdayaan dan Kelembagaan Direktorat Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian RI menyebut, kelapa kopyor di Filipina kemungkinan berasal dari Manado.
Sementara kalapa kopyor di Manado diambil dari indukan di Pati. Ini ketika Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit Palma) Manado dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, melakukan kerja sama penelitian pada tahun 2007.
Dan sebenarnya pemerintah juga tidak tinggal diam untuk membuat kelapa kopyor Pati ini eksis. Melalui kerja sama itu, pada tahun 2007 tanaman kelapa genjah kopyor Pati telah didaftarkan di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (PPVT) sebagai calon varietas unggul lokal.
Setelah melalui pengamatan selama 3 tahun berturut-turut oleh peneliti Balit Palma, pada tahun 2010 sebanyak tiga varietas kelapa Genjah Kopyor Pati dilepas sebagai varietas unggul lokal dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No: 3995/KPTR/SR/120/12/2010. Yakni kelapa kopyor genjah coklat Pati, kelapa kopyor genjah hijau Pati, dan kelapa kopyor genjah kuning Pati.
Kelapa kopyor di Pati diperkirakan sudah ada sejak 50 tahun terakhir. Ini dibuktikan dengan ditemukannya pohon kelapa kopyor yang usianya sudah mencapai 40 tahun lebih. Sejak tahun 1960an tanaman kelapa kopyor sudah ada di daerah Pati dan terus dikembangkan di pekarangan rumah penduduk setempat.
Dengan bekal ini, paguyuban petani kelapa kopyor di Pati dan pemerintah daerah harus segerabergerak cepat untuk mematenkan kelapa kopyor sebagai milik Pati, ke Ditjen HAKI Kemenkumham RI. Sehingga tak ada lagi upaya mengaku-aku produk kebanggan Bumi Mina Tani itu.
Tak hanya cukup sampai di situ saja. Pemerintah juga harus berusaha mengenalkan kelapa kopyor Pati ini ke tingkat internasional. Sehingga nasibnya tidak akan sama dengan kelapa lilin yang ada di Banten, yang mempunyai model yang sama dengan kelapa makapuno. Kelapa lilin Banten ini sudah menjadi barang langka.
Tahun 2015 lalu, Pemkab Pati memang sudah membangun Kebun Bibit Kelapa Kopyor di Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso, sebagai pusat pengembangan dan pelestarian kelapa kopyor. Namun usahanya jangan hanya sampai ini saja. Kerja sama dari berbagai pihak, termasuk peran pemerintah pusat juga sangat penting, agar kelapa kopyor Pati tak kalah eksis dengan kopyornya Filipina. (*)