Selasa, 14 Januari 2025

Kereta Api Pantura Timur

Ali Muntoha
Selasa, 12 Maret 2024 20:42:00
Kereta Api Pantura Timur
Ali Muntoha, Editor Murianews.com

RENCANA reaktivasi jalur kereta api di Pantura Timur setidaknya sudah mengemuka sejak 2016 lalu. Pernah diwacanakan jalur kereta api yang mati dari Semarang hingga ke Rembang itu akan kembali dihidupkan.

Waktu itu, tahun 2020 menjadi target rencana dibukannya kembali jalur kereta api sampai ke Pati. 2020 lewat tanpa ada kepastian.

Namun nostalgia akan keberadaan kereta api di Pantura Timur tidak berhenti. Wacana untuk menghidupkan kembali jalur kereta api yang dulu dikuasai oleh perusahaan Belanda bernama Semarang Joana Stroomtram Maatschappij (SJS) itu tetap ada, meski sayup-sayup.

Sejak Bupati Pati dipimpin Haryanto keinginan untuk mengembalikan lagi kereta api ke Pati cukup kuat. Keinginan ini bukan hanya sekadar nostalgia saja, melainkan berangkat dari keprihatinan jalur Pantura Timur yang sudah kepayahan.

Nostalgia kereta api di Kabupaten Pati memang cukup panjang. Daerah ini dulunya bahkan mempunyai tiga stasiun kereta api yang melayani penumpang dan angkutan barang. Yakni Stasiun Pati, Stasiun Tayu, dan Stasiun Juwana.

Wacana reaktivasi kereta api mungkin tak seseksi rencana pembanguna Jalan Tol Semarang-Demak-Tuban.

Jalan tol ini akan melewati daerah-daerah yang dulunya mempunyai jaringan kereta api seperti Semarang, Demak, Kudus, Pati, dan Rembang.

Membangun jalan tol memang dianggap lebih ”menguntungkan” ketimbang menghidupkan kembali jalur kereta api. Apalagi jalur-jalur kereta api dari Semarang hingga ke Pati kini sudah banyak yang hilang dimakan ”bangunan”.

Aset-aset milik PT KAI kini banyak yang sudah dikepung bangunan-bangunan penduduk. Meski jejak jalur kereta api ini masih bisa kita jumpai di beberapa tempat.

Di Kudus, bangunan yang dulu digunakan untuk stasiun, kini telah beralih fungsi menjadi Pasar Wergu. Ketika kereta masih beroperasi, Stasiun Kudus merupakan stasiun percabangan.

Kalau ke timur menuju Pati, ke barat menuju Demak, dan ke utara menuju Mayong.

Di Kabupaten Pati, jejak-jejak jalur kereta api juga masih banyak ditemui. Sebagian besar memang sudah beralih fungsi, dan banyak rel yang hilang. Entah dicuri untuk dijadikan rongsok atau faktor lainnya.

Sisa-sisa rel masih bisa ditemui di sepanjang jalan raya Pati-Kudus, termasuk beberapa bekas rambu sinyal. Di Margorejo masih terdapat sinyal masuk, dan di samping gudang pupuk Pusri masih ada plang semboyan 35 dan beberapa sinyal lainnya.

Di kawasan Puri, bangunan yang dulu menjadi stasiun telah banyak berubah fungsi, mulai dari warung-warung bahkan dulu juga ada tempat karaoke di kawasan itu.

Lahan di kompleks itu hingga saat ini masih dikuasai PT KAI. Di Juwana, adalah stasiun akhir di awal perusahaan SJS beroperasi.

Stasiun ini tak jauh dari Alun-Alun Juwana. Sisa-sisa bangunan stasiun masih bisa dilihat hingga saat ini.

Untuk menghidupkan kembali jalur ini memang bukanlah hal yang mudah, namun bukan tidak mungkin.

Sekilas tentang sejarah kereta api di Pantura Timur.

Jalur kereta ini dibangun oleh SJS, perusahaan swasta Belanda. Selain SJS kala itu juga ada Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).

SJS mengelola jalur kereta api yang cukup panjang, mulai dari Semarang hingga Rembang, dengan stasiun utama di kawasan Jurnatan, Kota Semarang.

SJS juga membangun jalur kereta dari stasiun Juwana hingga ke pelabuhan. Saat itu kereta yang digunakan bukanlah kereta cepat, melainkan kereta bergandar rendah dengan kecepatan maksimal 50 kilometer per jam.

Pada pemerintahan Hindia Belanda, jalur KA tersebut tidak hanya mengangkut orang, tapi juga untuk mendukung peningkatan sektor ekonomi. Mulai dari komoditas pertanian, kayu jati, karung goni, ataupun gula.

Apalagi kawasan Pati dan sekitarnya sejak dulu sudah dikenal sebagi produsen gula yang cukup besar. Pada saat itu, pamor kereta api memang lagi top.

Oleh karenananya, SJS setelah membangun jalur Semarang-Genuk-Demak-Kudus-Pati-Joana, pada 5 Mei 1895 perusahaan tersebut menambah jalur Kudus-Mayong-Pecangaan.

Kemudian pada 1 Mei 1900, SJS menambah jalur kereta api hingga mencapai Rembang dan Lasem. Pada tahun itu juga, 10 November SJS membuka jalur baru lagi yang melayani rute Mayong-Welahan.

Pada zaman kemerdekaan, seiring menggeloranya semangat menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda, SJS pun akhirnya dilebur menjadi Djawatan Kereta Api (DKA), yang kini berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (PT KAI). Jalur Semarang-Rembang ini berada di wilayah Daerah Operasional (Daop) IV Semarang.

Jika dulu jalur kereta api menjadi andalan transportasi di Pantura Timur, kini keadaanya berbalik. Pantura timur menjadi wilayah yang tidak ada jalur kereta api (yang hidup).

Belakangan terakhir muncul kabar jika rencana reaktivasi jalur kereta api dari Semarang ke Pati dan Rembang ini akan dilakukan pada tahun 2028 mendatang.

Ya, semoga saja rencana ini benar-benar akan terealisasi. Karena meski ada jalan tol, kereta api dianggap cukup efektif untuk angkutan baik penumpang maupun barang.

Di berbagai negara, China, Jepang, bahkan Arab Saudi kini tengah berlomba memperluas jaringan kereta apinya. Kereta cepat tentunya.

Keberadaan kereta api ini akan mampu menekan penggunaan kendaraan bermotor. Terutama bagi pekerja yang tiap hari nglajo dari Kudus-Semarang atau sebaliknya.

Jalur kereta api dari Semarang-Rembang sepatutnya juga bisa disambung dengan jalur kereta api yang sudah ada di Blora-Grobogan hingga kembali ke Semarang lagi. (*)

Komentar

Terpopuler